Ushul Fiqih Pertemuan 8
TRANSKRIP MATERI REGULER USHUL FIQIH
Kitab Syarah Al-Waraqat
Karya Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri
Penjelasan :
Ustadz Aris Munandar hafizhahullahu
Halaman 69
Dan Sighoh amr jika tidak ada keterangan lebih
lanjut atau terbebas dari qorinah dimaknai dengan makna wajib kecuali ada dalil
yang menunjukan yang diinginkan adalah mubah.
Yakni yang dimaksud yaitu sighoh uful saat
tidak dijumpai bersamanya dalil yang menjelaskan apa yang dimaksud dan terbebas
dari qorinah (indikator) dimakanai wajib. Atau dimaknai sebagai perintah, maka
demikian sighoh uful dimaknai perintah dan dimakanai hukum wajib. Oleh karena itu dalam firman Allah maknanya
dalah wajibnya sholat, wajibnya zakat, dan dalil bahwa perintah menujukan wajib
adalah bahasa orang arab. Mereka memahami
perintah dalah wajib.
Sebagaimana seorang bapak ketika menyuruh anaknya, itu bermakna wajib bagi
anak melakukan apa yang diperintah, jika tidak melakukan maka tidak mengapa bapak mencela anak. Sama dengan jika berkata
suami pada istri, tuan pada budak, itu sighoh amr menghasilkan perintah dan hukum wajib. Hal ini diperintah dengan syariat menujukan perintah menujukan hukum wajib.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ
أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” QS. An-Nuur 63
Dan khawatir adanya hukuman tidak terjadi kecuali karena
meniggalkan hal yang wajib.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin
dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” QS. Al-Ahzab 36
Maka dijadikan
perintah itu dijadikan untuk orang mukmin tidak ada pilihan atas sebuah
kewajiban selain menunaikannya, ditambah adanya celaan bagi para pelaku
maksiat, orang-orang yang durhaka, ini menujukan bahwa orang yang menyelisihi
perintah dinilai sebagai orang yang durhaka. Jika telah jelas maka nash-nash
yang terdahulu menujukan perintah itu menunjukkan hukum wajib, itu adalah nash
yang maknanya umum. Mencangkup rangkaian perintah di semua tempat dan semua
topik. Maka kita tahu bawha perkataan sebagian manusia, perintah di bab adab
bukan dimaknanai sebagai wajib adalah keliru. Ada yang menjadi dalil, yaitu 3
dalil :
1. Dalil syariat yang umum, perintah menujukan wajib. Nakiroh
dirangkaian nafi menujukan makna umum. Dan ayat
tidak membedakan di bab adab atau hukum non adab.
halaman 70
2. Ijma umat, tidak dibedakan antara perkara adab dan non adab
sebelum adanya orang yang menyelisihi, yang menganut kaidah perintah di bab Adab
tidak menujukan hal wajib. Pendapat ini
disebutkan Al-Qurtubi dan Ibnu Hajr di Al-Fath. Namun perbedaan pendapat ini
sudah didahului ijma terdahulu, para sahabat dan orang setelah mereka sampai
zaman ulama yang menyelisihi dan memunculkan kaidah “perintah di hukum adab
tidak menujukkan hukum wajib.”
3. Tidak dijumpai batas yang jelas antara bab adab dan bab hukum,
karena semua bab adab yang diajarkan syairat adalah hukum syari, boleh saja adab
bersama ALLAH, adab bersama makhluk dll itu ada hukumnya. Jika pendapat bahwa
perintah dibab adab tidak menujukan makna wajib ditakutkan akan menimbulkan takhollus,
yaitu menyelamatkan diri dari perintah syariat, dengan anggapan perintah
syariat hanya datang di bab adab. Meninggalkan tuntutan syariat, keluar dari
aturan syariat.
Ustadz Aris :
Pendapat Syaikh Saad tentang dibukanya masalah ini bisa
menimbulkan takhollus, ini ada benarnya. Realita membuktikan hal
tersebut, jika perintah dalam hal adab tidak dianggap wajib maka, misal ada
pemikiran dan perkataan bahwa perintah nabi untuk memelihara jenggot itu
perkara dunia, sedangkan nabi itu mengatur urusan agama, jadi perintah dalam
hal dunia tidak menujukan hukum wajib.
Disisi lain, ijma
ulama ushul fiqih terdahulu sepakat bahwa semua perintah menunjukan wajib itu untuk seluruh aspek. Jadi yang
mengatakan bahwa perintah tidak berlaku pada bab adab ini pendapat baru, yang
menganut pendapat ini adalah Syaikh Utsaimin untuk syarah mandumah qowaid
fiqhiyah karya beliau, yaitu perintah syaiat di bab adab yaitu dimaknai
untuk makna anjuran umumnya demikian. Kesimpulan ini diambil dari realita di dataran praktek. jika dibaca
perkataan para fuqoha jika di bab adab, perintah
yang ada dimaknai anjuran, dan kita kesulitan mencari indikator yang
membelokkannya. Contoh hadits tidur menghadap kanan itu menggunakan
sighoh amr, tapi ulama meganggap itu anjuran. Indikator amr tidak ditemukan. Larangan
di bab adab umumnya dihukumi
makruh dan kita kesulitan mencari apa itu shorif
nya, dan terutama
itu yang menjadi pendapat jumhur. Missal larangan berjalan
dengan 1 sandal, nahi disitu hukumnya makruh.
hal 70
Kalimat ini menujukan jika perintah jika ada dalil,
maka bisa membelokkan dari wajib, lantas sighoh amr dimaknai sebagaimana
keinginan dalil yang ada. Sighoh uf’ul jika dibelokkan indikator maka dia dimaknai anjuran. Contoh firman
Allah, QS Al-Baqoroh
282
وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ‘carilah saksi jika kalian jual
beli’
Carilah, itu fiil amr, namun Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pernah beli sesuatu tanpa ada saksi,
hadits ghudzaimah bin tsabit.
Hal ini menunjukan mendatangkan saksi
tidak wajib, tapi dianjurkan atau makna mubah. Contoh ‘jika kalian sudah
tahalul dari ihram maka boleh berburu’. Fiil amr telah dibelokkan ke hukum mubah.
Contoh : jika sholat jumat telah usai maka
bertebaranlah di muka bumi. Ini mubah, namun ini dilarang saat sholat
jumat, larangan saat adzan jumat jual
beli, baru setelah selesai boleh,
Kaidah : amr tidak
mengharuskan diulang kecuali jika diinginkan pengulangan.
Penjelasan :
Perintah tidak menuntut kita untuk
mengulang perbuatan, conoh tegakkan sholat tidak menujjukan pengulangan
setelahnya, hanya menujukan 1x saja.
Kata kerja positive, fiil dalam kalimat
positif atau musbat, bukan manfi (yang didahului ma atau la nafi).kata kerja
dalam kalimat postif jika tidak disebutkan hal yang terkait denganya,, tidak
ada keterangan tambahan, maka menghasilkan mutlak. Dan mutal itu sudah cukup
dilaksanakan 1xsaja.
Perselisihan di ulama fiqih, amr dimaknai
berulang kecuali jika ada dalil, jika perintah bergabung dengan adat syarat maka
diulang sebagaimana adat syarat.
Contoh : tegakkanlah shalat saat
bergesarnya matahari hingga malam hari. Dhuhur-subuh. Sholat subuh dsebut juga quranul fajr, disebut demikian karena terkenal dengan lamanya
bacaanya. Karena sholat subuh disaksikan malaikat.
Kaidah : sighoh amr
tidak mengharuskan segera dilaksanakan.
Yaitu tidak mengharuskan segera tapi harus
dilaksanakan.mengerjakan setelah keluarnya perintah itu saat punya kemampuan
melaksanakannya. Masalah ini harus kita tentukan masalah yang ada padanya. Jika ada indikator wajibnya segera dalam perintah, maka wajib segera.
Contoh : siapa yang membatalkan ibadah
haji dengan hubungan badan, maka wajib menqodho haji tahun depan, ini segera karena dikatakan untuk
melakukannya tahun depan.
Contoh : jika terlupa akan sholat, segera
sholat saat ingat.
Keluar dari hal yang diperselisihkan,
perintah tidak menujukan makna segera.
3. hal yang diperselisihkan adalah untuk
perintah yang terbebas dari indikator harus segera atau boleh tidak segera.
Perintah mujarrod, bebas dari indikator.
Sekelompok ulama mengatakan, (ulama
syafiiyah), mujarrod tidak menujukan makna segera.
Pendapat kedua, jumhur ulama hanabilah,
langsung segera dilakukan saat mampu.
Dalil :
1. orang arab mencela orag yang nanti-nanti dalam mengerjakan perintah, maka ini menujukan makna
segera.
2. waktu yang dikerjakan padanya hal yang dikerjakan itu bertingkat-tingkat,
dan waktu yang paling utama untuk mengerjakan yang diperitahkan adalah waktu
awal. Ini menujukan perintah menujukan makna segera. Contoh : fastabiqul
khoirot, dll.
Kisah : terhalangnya umroh saat
hudaibiyyah 6H, kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyuruh untuk
tahalul, maka sahabat tidak mau tahalul dan menyembelih
hadyu. Maka nabi sedih dan masuk ke tenda ummu salamah radhiyallahu ‘anha. Ini menujukan tidak segeranya suatu perintah.
Nunda kewajiban itu boleh dengan 2 syarat
:
1. boleh samapai batas waktu tertentu,
yang batas tersebut tidak ditentukan.
2. boleh ditunda, tanpa ada batas waktu.
Ini menyebabkan tertundanya perintah dan
tidak dilaksanakannya perintah.
Kesimpulan ; perintah menghasilkan makna segera, saat mampu
melakuka perintah.
Ada konsekuensi hukum jika perintah itu segera atau tidak.
Buah dari perselisihan fiqih,
Kewajiban haji setelah mampu atau boleh
ditunda?
Syafiiyah : boleh nanti-nanti, karena kaidah ushul
fiqih ini amr tidak menujukan makna segera dan alas an-alasan lain.
Faidah : beda kaidah ushul fiqih suatu
madzab wajar akan menghasilkan produk hokum yang berbeda.
Kaidah : perintah
untuk mewujudkan suatu perbuatan, maka
perintah untuk sarananya.
Penjelasan :
Jika ada perintah
untuk mewujudkan suatu perbuatan dan melakukan suatu
perbuatan, maka perintah tersebut perintah dan perintah untuk melaksanakan sarananya.
Inilah kadiah sarana, dikatakan sarana itu
mendapatkan hukum tujuan. Maka sarana melakukan kewajiban adalah
wajib pula. Hal yang wajb tidak bisa dilakukan kecuali dengan sarana tersebut, maka hukumnya wajib
melakukan sarana tersebut.
Contoh : membasuh tangan saat wudhu hingga
siku, orang tidak bisa melaksanakannya kecuali lengan atas kena basuhan, contoh
tidak bisa membasuh kaki hingga mata kaki kecuali sebagian betis terbasuh oleh air. Jadilah membasuh
sebagian lengan atas hukumnya wajib.
Sholat berjamaah bagi laki-laki hukumnya wajib, jadi pergi ke
masjid adalah wajib.
Bisa jadi sarana itu murni sarana, boleh
jadi itu dalah syarat.
Sarana menjadi wajib
ketika 3 hal :
1. syarat, semua sayarat termasuk wajib
2. sarana yang murni sarana, tidak
ditetapkan oleh syariat.
3.
penyempurna, contoh sholat jamaah : perjalanan pulang ke rumah, adalah
penyempurnanya.
Contoh thaharah sarat wajib sholat, maka
perintah untuk sholat adlah perintah untuk thaharah juga. Karena tidak da
sholat kecuali dengan thaharah.
Syarat sarana itu wajib :
1. selama sarana tersebut dalam batas
kemampuan hamba
2. jika diluar kemampuan hamba dalah tidak
wajib. Contoh sholat jumat minimal 3 orang, ini madzab abu hanifah. Ada yang menyatakan 40 yaitu syafiiyah dan hanabilah. Maka jika dijumpai Cuma 2 orang, maka tidak ada
pelaksanaan sholat jumat. Contoh lain, sholat jamaah di masjid, dia lumpuh
tidak bisa jalan, maka tidak wajib baginya ke masjid untuk sholat jamaah. Namun
diharapakn untuk hamba tersebut pahala yang penuh. Dicatat semua amal semisal
yang dia kerjakan saat dia sehat.
Dikecualikan dari kaidah ini : alat untuk
adanya hokum wajib srana untuk danya hokum wajib maknanya tidak wajib. Seandainya
perbutan itu tidak wajib maka sarana tidak wajib. Meskipun wajibnya perbuatan
tersebut terjadi denan sarana. Contoh : bayralah zakat. Zakat tidak wajib
kecuali untuk orang yang cukup nishob. Perak 5 ukiyah, tidak wajib zakat jika
kurang.
(Lam+ba’du = belum)
Bedakan 2 hal ;
Antara sarana
melaksnakan hal yang wajib adalah wajib untuk melakukan sarana.
Sarana untuk adanya
hukum wajib, maka tidak wajib.
Mengupayakan harta
agar sampai nishob itu tidak wajib.
Tapi sarana bayar zakat dengan cara berkunjung ke rumah orang miskin itu wajib
(jika tidak ada jalan lain keculai dengan berjalan mendatangi orang miskin)
Sarana yang mengantarkan pada tujuan ada 3
macam :
1. qoth’an ; jelas mengantarkan, memiliki
hokum tujuan.
2. nadhiron : langka terjadi, tidak memngambl
hokum tujuan. Menual anggur di pasar, bisa jadi ada yang beli untuk khamar,
tappi ini sangat jarang. Jadi tidak boleh malarang orang jualan buah anggur.
3. gholiban : umumnya, seringnya, contoh
jual beli senjata saat terjadi kerusuhan, ada fitnah, tidak boleh dilakukan.
Misl antar kampung lagi perang, eh malah jualan golok di sana, maka tidak
boleh.
Contoh : menjual anggur untuk orang yang
kerja di pabrik miras anggur, beli 1 ton, tidak boleh.
Note :
Masih banyak kesalahan penulisan dan isi. Mohon merujuk pada kitab
asli dan rekaman aslinya. Semua rekaman kajian Mahad Ilmi bisa diakses di :
Vidio Kajian
Link PDF Transkrip free download free cetak
Jika ingin menambahkan atau mengoreksi silahkan tulis
di kolom komentar atau bisa kirim di
email.
Jazaakumullahu khayraan wa barakallahu fiikum.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar