العقيدة الواسطية
Aqidah Washitiyyah




Diambil dari

Kitab Aqidah Washitiyyah
Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu


Dibahas oleh guru kami
Ustadz Said Abu Ukasyah
hafizhahullahu

Di kajian Rutin Ma’had Ilmi
Senin, 23 Jumadats Tsaniyyah 1441H
Pertemuan ke-3 Semester II

Masjid Al-Ashri Pogungrejo,
Pogungrejo, Sleman, Yogyakarta




Ditulis oleh :
Team Transkrip

Diterbitkan oleh :
At-tadzkirah.blogspot.com


TRANSKRIP MA’HAD AL-ILMI YOGYAKARTA 1441 H
AQIDAH WASHITIYYAH
PERTEMUAN 3
SENIN, 23 Jumadats Tsaniyyah 1441 H / 17 Februari 2020

Penetapan Sifat Dua Tangan bagi Allah

1.      QS. Shad : 75
apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku
·         Dalam ayat ini Allah bertanya kepada iblis yang tidak mau sujud kepada Adam
·         Allah menciptakan Adam langsung dengan 2 tangan-Nya
·         Dua tangan disandarkan kepada Allah secara langsung sehingga terdapat penetapan dua tangan Allah yang hakiki sesuai dengan keagungan Allah

2.      QS. Al-Maidah : 64
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.
·         Pada kalimat بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ terdapat penyadaran (idhafah) kepada dhamir هو (Allah) yang menunjukkan penetapan tangan yang hakiki
·         Apalagi dengan melihat konteks ayat dimana Yahudi mensifati Allah bakhil (tangannya terbelenggu)
·         Allah membantah mereka dengan mengatakan dua tangan Allah terbuka, justru Yahudi lah yang bakhil غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
·         Allah Maha Dermawan, perkataan Yahudi sangat buruk dan justru merekalah yang pelit
·         Dan kita harus meyakini hal tersebut bahwa yang dermawan Allah, dan yang bakhil adalah kaum Yahudi
·         Terbukti bahwa kaum Yahudi itu bakhil serta hasad/dengki sekali
·         Tidak mungkin seseorang dikatakan tangannya terbelenggu sedangkan dia tidak punya tangan pada kenyataannya. Jika dia tidak punya tangan, tidak cocok mensifati dia pelit dengan tangannya terbelenggu
·         Bila dalam manusia saja tidak mungkin apalagi pada diri Allah. Adalah hal yang sia-sia ketika Allah berfirman kedua tangannya terbuka namun tidak diyakini Allah punya tangan
·         Bila dikatakan : keyakinan ahlussunnah adalah hal yang salah bagi ahlu bid’ah dan mengatakan tangan = kekuasaan,
è Kita jawab :
1.      Tidak mungkin kekuasaan Allah hanya ada 2, sehingga pernyataan tersebut bertentangan dengan ayat
2.      Semua makhluk diciptaan dengan kekuasaan Allah, maka apa faedahnya disebut dikhususkan penciptaan Nabi Adam dengan 2 tangan bila tangan = kekuasaan
3.       Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya ta’wil mereka (ahlu bid’ah). Bila seluruh sahabat tidak punya pemahaman seperti ahlu bid’ah maka jelas siapa yang lebih benar
4.      Kekuasaan menyelisihi dhahir lafadz dan ijma’ salafush shalih
·         Bila dikatakan : mana ijma’ salaf bahwa Allah punya dua tangan yang hakiki?
è Salaf dikatakan berijma’/sepakat atas hal tersebut karena mereka begitu dikatakan ayat tentang tangan Allah mereka diam dan tidak menta’wil menjadi kekuasaan/nikmat dan tidak menolak menetapkan tangan Allah yang sebenarnya. Mereka diam dan menerima.
è Diamnya orang yang berbahasa Arab terhadap lafadz menunjukkan ijma’ mereka terhadap dhahir lafadz
è Rasulullah tidak mencegah/tidak mengkhawatirkan para sahabat memahami sesuai dhahir nash tapi mendiamkan/menyetujui.
·         Semua sepakat (untuk semua bahasa) bahwa yang pertama kali ditangkap adalah makna dhahir/makna asalnya kecuali ada qorinah/petunjuk yang menunjukkan makna yang dimaksud bukan sesuai dhahir lafadz

Penetapan Sifat Dua Mata bagi Allah

1.      QS. At-Thur : 48
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami
·         Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul untuk bersabar terhadap hukum Allah yang syar’i maupun kauni
·         Melaksanakan perintah Allah yang syar’i butuh kesabaran, begitu pula menghadapi hukum Allah yang kauni/takdir juga butuh kesabaran
·         Makna ‘melihat’ disini dengan kalimat بِأَعْيُنِنَ menunjukkan penetapan sifat mata bagi Allah, ada idhafah sifat kepada yang disifati
·         Meskipun ada makna tambahan bahwa Allah tidak hanya melihat (dalam artian menangkap objek penglihatan) tapi Allah juga menjanjikan akan menjaga/memelihara Rasulullah. Sehingga jangan memusingkan diri dengan gangguan orang kafir karena Rasul berada dalam penjagaan Allah.
·         Sehingga bila dalam terjemahan ada kata ‘menjaga’ dan yang semisalnya maka tidak mengapa selama kata’mata’ tetap ada
·         Sebagian ulama menafsirkan بِأَعْيُنِنَ = dengan mata kami dan di bawah penjagaan kami
è ini bukan termasuk ta’wil yang bathil
·         karena berbeda dengan ahlu bid’ah yang menolak ‘mata’ dan mentakhrifnya
·         akal sehat menunjukkan penjaga itu punya mata, sehingga bisa melihat apa yang dijaga
·         Arti yang lain, bukan sekedar melihat dengan mata namun juga ancaman
è Melihat dalam konteks mengancam, bukan sekedar melihat objek penglihatan
·         Sehingga melihat dengan mata jelas ditetapkan, tapi juga ditambahkan dengan makna tambahan berupa penjagaan
·         Yang pokok ‘mata’ ditetapkan, tidak dinafi’kan

2.      QS. Al-Qamar : 13-14
Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh)
·         Mata disandarkan kepada dhamir نحن (Allah) disini juga terdapat penambahan makna penjagaan/perhatian

3.      QS. Thaha : 39
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku
·         Dalam ayat ini kata عين disandarkan pada dhamir أنا  berarti terdapat penetapan mata bagi Allah
·         Tidak masalah ada penambahan makna

·         Asy-syahid minal ayat, dalam tiga ayat ini terdapat :
1.      Penetapan mata Allah yang sesungguhnya/hakiki, tidak sama dengan mata makhluk tetapi sesuai keagungan Allah
2.      Allah memiliki mata, jumlahnya 2 (sesuai hadits)
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَيْسَ بِأَعْوَرَ، أَلاَ وَإِنَّ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى؛ كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak buta sebelah, dan ketahuilah sesungguhnya al-Masih Dajjal adalah buta mata sebelah kanannya. Matanya bagaikan anggur yang menonjol.” [Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Dzikrud Dajjal (XIII/90, al-Fath), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/59, Syarh an-Nawawi).
·         Bila ada yang mengatakan mata tidak bisa ditetapkan dengan makna sebenarnya sehingga perlu dita’wil, kita jawab dengan 3 bantahan umum untuk seluruh ta’wil-an :
1.      Ta’wil/takhrif mereka menyelisihi dhahir lafadz
2.      Menyelisihi ijma’ salafus shalih atas dhahir lafadz
3.      Tidak ada dali yang menunjukkan ta’wil mereka benar
·         Penyelewengan makna ‘mata’ dibantah dengan 3 bantahan umum tersebut, bisa jadi ada tambahan bantahan yang spesifik pada sebagian masalah

·         Dalam dalil, penyebutan mata dan tangan Allah ada 3 bentuk :
1.      Mufrad/tunggal
è Mufrad yang disandarkan dengan kata setelahnya menunjukkan makna umum mencakup seluruh keterangan (kekhasan) tentang mata dan tangan Allah, baik itu jumlah, dll.
è Dengan demikian dapat dipahami bahwa penggunaan kata tunggal/mufrad tidak bertentangan karena sifatnya umum mencakup semua yang menjadi ciri khas
2.      Mutsanna
è Jelas tidak bertentangan, harus diyakini tangan dan mata Allah jumlahnya dua
3.      Jama’ (>2)
è Bentuk jama’ tidak bertentangan dengan jumlah dua/mutsanna, karena jama’ dipakai dalm rangka pengagungan bukan untuk menunjukkan jumlah



Penetapan Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat

1.      QS. Al-Mujadilah : 1
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
2.      QS. Ali Imran : 181
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya".
3.      QS. Thaha : 46
sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat
4.      QS. Az-Zukhruf : 80
Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.
5.      QS. Al-‘Alaq : 14
Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
6.      QS. Asy-Syu’ara : 218-220
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
7.      QS. At-Taubah : 105
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,

·         Terdapat tujuh ayat yang menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi Allah
·         Mendengar bukan sekedar berarti mendengar suara/objek pendengaran, tetapi juga mengandung makna lain/penambahan makna
è Mendengar dapat berarti : pengabulan, menolong dan meneguhkan, mengancam
·         Begitupun melihat bukan sekedar penangkapan objek penglihatan tapi terkadang pada sebagian konteks ada penambahan makna
è Melihat dapat bermakna : mengetahui dan meliputi, menolong dan meneguhkan, mengancam
·         Misalnya Allah mendengar orang yang memujinya, terdapat penambahan makna pengabulan. Amal shalih (memuji Allah) memberikan harapan pelakunya, berharap amalannya diterima oleh Allah. Dan Allah ‘mendengar’ bermakna mengabulkan harapan orang tersebut.
·         Pada ayat yang disebutkan terdapat penambahan makna berikut :
1.      QS. Al-Mujadilah : 1 -> mendengar + peliputan
2.      QS. Ali Imran : 181 -> mendengar + ancaman
3.      QS. Thaha : 46 -> + pertolongan dan peneguhan
4.      QS. Az-Zukhruf : 80 -> mendengar + ancaman
5.      QS. Al-‘Alaq : 14 -> melihat + mengetahui dan mengancam
6.      QS. Asy-Syu’ara : 218-220 -> melihat + mendengar
7.      QS. At-Taubah : 105 -> melihat + ancaman
·         Faedah penetapan dua sifat ini :
è Menguatkan tiga rukun ibadah (cinta/mahabbah, takut/khauf, harap/raja’), yang bila tiga rukun ini baik amalan hati yang lain juga akan baik
·         Orang yang berpegang dengan sunnah tidak senang/bangga dengan banyaknya pengikut. Keberhasilan dakwah itu ketika berada dalam jalur ikhlas&ittiba’ walaupun tidak ada pengikutnya. Hanya saja orang lebih suka/memilih ujian ketenaran daripada tidak tenar tapi sesuai tuntunan Rasulullah

Penetapan Sifat Makar/Tipu Daya (al-mihal, al-makru, al-kayd) bagi Allah

1.      QS. Ar-Ra’d : 13
dan Dialah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya.

2.      QS. An-Naml : 50
Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.

3.      QS. At-Thariq : 15-16
16 15
Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.

·         Dalam tiga ayat ini, terdapat penetapan sifat tipu daya kepada orang yang layak menerimanya tanpa dia sangka, karena dengan cara/sebab yang tidak diberitahu.
·         Ketiga sifat ini merupakan sifat sempurna terpuji yang muqayyadah/terikat dengan keterangan pengikatnya
1.      Terpuji dan sempurna ketika konteksnya sebagai balasan, dilakukan dalam rangka membalas makar sejenis yang dilakukan musuh. Bukan mendahului berbuat makar. Hal ini menunjukkan Allah Maha Kuat/mampu membalas makar musuh-Nya.
2.      Tercela/aib, ketika dilakukan dengan mendahului/memulai tanpa ada sebab yang benar.
a.       memulai tanpa ada sebab yang benar
b.      orang yang menerima makar tidak layak menerimanya (tidak mendzalimi terlebih dahulu)
·         Allah bisakah disifati dengan sifat makar?
è Tidak bisa disifati secara mutlak, tapi disifati secara muqayyad (harus ada pengikat)
·         Faedah mengimani sifat Allah ini :
1.      Tumbuhnya rasa takut memakari perintah Allah, karena akan dibalas dengan makar yang lebih besar
2.      Bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya dengan menjaga diri dari tipu daya orang-orang kafir. Kita bersyuur diberi hidayah untuk menyembah Allah saja yang Maha mampu membalas makar orang-orang kafir dengan balasan yang jauh melebihi makar mereka
·         Tidak ada satupun dalil untuk mempersiapkan harus seperti persiapan orang-orang kafir dalam berperang, tetapi yang ada justru perintah untuk mempersiapkan sesuai kemampuan kita. Karena persiapan menghadapi orang kafir yang pokok adalah dengan persiapan keimanan (memperkuat aqidah, belajar fiqh, ushul fiqh, dll) sedangkan persiapan fisik masuk dalam persiapan pelengkap. Kemenangan itu anugerah Allah yang diberikan kepada kaum mukminin.

Bersambung insyaAllah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib