العقيدة الواسطية
Aqidah Washitiyyah

Diambil dari

Kitab Aqidah Washitiyyah
Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu


Dibahas oleh guru kami
Ustadz Said Abu Ukasyah
hafizhahullahu

Di kajian Rutin Ma’had Ilmi
Senin, 30 Jumadats Tsaniyyah 1441H
Pertemuan ke-4 Semester II

Masjid Al-Ashri Pogungrejo,
Pogungrejo, Sleman, Yogyakarta




Ditulis oleh :
Team Transkrip

Diterbitkan oleh :
At-tadzkirah.blogspot.com


TRANSKRIP MA’HAD AL-ILMI YOGYAKARTA 1441 H
AQIDAH WASHITIYYAH
PERTEMUAN 4
SENIN, 30 JUMADIL AWAL 1441 H / 24 FEBRUARI 2020

Mensifati Allah dengan Sifat al-‘afwu (Memaafkan), al-maghfirah (Mengampuni), ar-rahmah (Menyayangi), al-izzah (Perkasa/Maha Mulia), al-qudrah (Kuasa)

1.    QS. An-Nisaa : 149
Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.
·         Dalam ayat ini Allah menyebutkan 2 nama-Nya, yaitu al-afuwwu (Yang Mahaa Pemaaf) dan al-qadiir (Yang Maha Kuasa)
·         Disebutkannya 2 nama ini mengandung pelajaran bahwa Allah Maha Pemaaf padahal Allah Maha Kuasa, sehingga Allah memaafkan sebagian hamba-Nya padahal sebenarnya Maha Kuasa menyiksa/menghukumi
·         Maaf Allah diiringi kekuasaan Allah menghukum
·         Sehingga pantas penggabungan dua nama ini dan digunakan untuk menutup ayat anjuran memaafkan orang lain yang berbuat salah/buruk
·         Allah Maha Pemaaf terhadap hamba-hamba-Nya, tidak menghukum mereka padahal Allah kuasa menyiksa mereka
·         Bila Allah yang tidak makhluk lain saja seperti itu, maka kita yang butuh sesame manusia/orang lain tentu lebih tertuntut untuk memaafkan saudara kita yang bersalah
·         Allah yang tidak butuh hamba-Nya dan maha kuasa membalas saja Maha Pemaaf

2.    QS. An-Nuur : 22
dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
·         Perintah dalam ayat ini ada dua : memaafkan dan berlapang dada
·         Disebutkan dalam penjelasan : apakah itu memaafkan?
è Memaafkan = tidak membalas/menutupi kesalahan tersebut, berlapang dada/berpaling dari orang yang mendzaliminya, tidak menghiraukan kedzalimannya.
·         Kelanjutan dari ayat tersebut, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
·         Kapan seseorang mendapat ampunan Allah?
è Ketika dia memaafkan kesalahan orang lain, berlapang dada terhadap orang yang berbuat buruk padanya
è Ini menjadi penyebab seseorang diampuni kesalahan dan dosanya oleh Allah, padahal kalau seseorang membalas sebenarnya bisam, memperhitungkan kesalahan saudaranya, membalas dan tidak memaafkan
·         Namun ketika seseorang memaafkan, maka balasannya adalah Allah mengampuni dosa/kesalaha orang tersebut
·         Ditutup ayat ini dengan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang
·         Sesungguhnya Allah mengampuni dosa hamba-Nya sebagai bentuk kasih saying Allah kepada orang yang diampuni dosanya
·         Dalam Surat Asy-Syuuraa : 40
·         Yang pertama ketika seseorang membalas dengan balasan semisal maka dia tidak termasuk dzalim. Akan tetapi karena dipersyaratkan harus semisal/persis maka itu perkara sulit karena hawa nafsu dan sakit hati mendorong untuk membalas lebih dari itu
·         Maka Allah mensyari’atkan untuk memaafkan meskipun membalas persis tidak mengapa, namun memaafkan itu lebih baik, balasannya dari Allah فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ
·         Dibalas pahala ketika memaafkan diiring perbaikan (فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ)
·         Kalau maaf menyebabkan orang sadar, maka kita bisa mengharap untuk diberi pahala
·         Namun bila maaf justru menjadikan orang lebih dzalim, maka tidak boleh kita membiarkan saudara kita dzalim dengan kedzalimannya yang bertambah
·         Bahkan wajib bagi kita untuk mencegah dari kedzaliman pertama sebagaimana dalam hadits
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.”
·         Bagaimana menolong saudara kita yang berbuat dzalim?
è Mencegahnya agar tidak terus menerus dzalim
·         Memaafkan adalah sebuah ibadah, sesuai kehendak Allah seperti apa yang Allah inginkan
·         Bila kita sudah memaafkan seseorang, merelakan, tidak lagi menuntut maka di akhirat tidak berhak menuntut. Lantas bagaimana bila kita berbuat salah padanya dan belum dimaafkan, bagaimana bila kita dituntut di akhirat?
è Ketahuilah bahwa setiap pelaku amal sholih pahalanya jauh lebih besar dari perbuatan/amal sholih yang dilakukan tersebut. Ampunan Allah jauh lebih besar daripada nasib kita di akhirat daripada kita keukeuh ingin menuntut di akhirat.

3.    QS. Al-Munafiqun : 8
Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.
·         Hanya bagi Allah segala kemuliaan dan Rasul-Nya, terdapat yuffidul hashr atau makna pembatasan
وَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ
·         Ayat ini bantahan kepada orang-orang munafik yang mengklaim kemuliaan ada pada mereka dan kekalahan bagi kaum muslimin
·         Al-izzah untuk Allah meliputi :
1.    Izzatul qadr : mulia, tidak ada tandingannya
2.    Izzatul qahr : maha mengalahkan dan tidak bisa terkalahkan
3.    Izzatul imtina’: maha perkasa, tidak ada yang mampu mengenakan mudharat pada-Nya
·         Selain Yang Maha Mulia, al-aziz juga berarti Yang Maha Perkasa, Yang Maha KUasa
·         Firman Allah tentang iblis dalam AL-Qur’an disebutkan iblis berkata :
·         Iblis bersumpah dengan sifat Allah al-izzah namun sayang sumpahnya untuk menyesatkan manusia
·         Menyesatkan semua manusia adalah pekerjaan yang sangat berat larena pasti ada orang-orang yang Allah jaga dari godaan syaithon
·         Jika Allah menghendaki sesuatu tidak ada yang menentangNya
·         Di sisi lain ayat ini menunjukkan bahwa iblis mengenal Allah, tahu sifat Allah al-izzah
·         Sehingga malu sebagai seorang muslim yang mengaku ahlut tauhid namun kalah dengan iblis
·         Selain itu, bila sekedar tahu sifat Allah tersebut namun tidak melakukan konsekuensinya, tahu sebatas untuk menambah wawasan, dan tidak mau mengamalkan tuntutan peribadatannya, maka hakikatnya oran tersebut mengikuti iblis
·         Ini sejenis dengan manusia yang hatinya tidak bersih, niatnya tidak lurus dalam belajar
·         Walaupun kecerdasan sudah ada, sudah disampaikan ayat Al-Qur’an tapi bila hati tidak lurus mempelajari Al-Qur’an untuk diamalkan maka tetap saja mereka tidak beriman dengan iman yang bermanfaat
·         QS. Yunus : 97
·          Masalahnya bukan pada kecerdasan tapi masalahnya pada kebersihan hati
·         Yang diambil darinya justru seolah-olah ayat dan hadits tersebut semakin mendorongnya melakukan kemaksiatan karena syubhat dan tidak lurusnya hati
·         Sehingga semakin kuat terdorong melakukan amalan-amalan neraka
·         Misal bila datang padanya perintah untuk bertauhid dan larangan terbesar adalah kesyirikan, mestinya orang yang dibawakan ayat-ayat seperti ini dia akan semakin semangat mempelajarinya agar bisa menjauhi dosa syirik. Namun bila hatinya penuh syubhat, tidak punya niat baik mencari kebenaran untuk diamalkan, dia justru berpikir maksiat/dosa (zina, minum khamr, dll) tidak mengapa selama itu bukan kesyirikan.
·         Hatinya kotor sehingga yang dicari adalah keburukan padahal yang dibawakan adalah ayat Al-Qur’an dan hadits yang shahih
·         Sebagaimana firman Allah dalam Shaf : 5
·         Ayat di atas menunjukkan Allah memalingkan orang-orang yang berpaling dari kebenaran
·         Allah menyesatkan mereka bukan karena dzalim, tapi karena ada sifat buruk pada mereka yang menjadi sebab mereka disesatkan, sengaja menutup pintu hidayah untuk mereka
·         Sementara telah sampai padanya kebenaran tapi dia sengaja menutupnya maka balasannya disesatkan oleh Allah
·         Apalagi bila disesatkan dalam masalah dasar Islam atau amalan sederhana yang banyak orang bisa melakukannya namun berat bagi diri untuk mengamalkannya
·         Dalam hadits, budak wanita yang tidak ke majelis ilmu karena sibuk mengurus tuannya saja tahu tentang aqidah sederhana ketika ditanya tentang Allah
·         Maka inti yang terpokok adalah HATI YANG LURUS bukan kecerdasan seseorang
·         Maka biasakan tidak menolak kebenaran, mendapat satu kebenaran langsung diamalkan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib