كتابت
التوحيد
Kitabut Tauhid
Diambil dari
Kitabut Tauhid
Karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullahu
Dibahas oleh guru kami
Ustadz Ikrimah
hafizhahullahu
Di kajian Rutin Ma’had Ilmi
Sabtu, 28 Jumadats Tsani 1441 H
Pertemuan ke-2 Semester II
Masjid Al-Ashri Pogungrejo,
Pogungrejo, Sleman, Yogyakarta
Ditulis oleh :
Team Transkrip
Diterbitkan oleh :
At-tadzkirah.blogspot.com
TRANSKRIP
MA’HAD AL-ILMI YOGYAKARTA 1441 H
KITABUT TAUHID
PERTEMUAN
2
SABTI,
28 JUMADATS TSANI 1441 H / 22 FEBRUARI 2020
Bab 45
SIAPA YANG
MENCACI MASA, MAKA DIA TELAH MENYAKITI ALLAH
A. Penjelasan
Judul
السّب = Mencela
الدهر =
Zaman atau waktu. Malam, pekan, tahun
Yang
mana waktu-waktu ini sebagai maf'ul bukan sebagai fa'il.
Makhluk
yang murni dikendalikan oleh Allah
Bahwasanya
Allah membenci perbuatan tersebut, karena orang yang mencela waktu dll
hakikatnya telah mencela Allah. Allah terganggu dengan perkataan yang jelek tapi
tidak memudharatkan-Nya.
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
اِنَّ
الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا
وَا لْاٰ خِرَةِ وَاَ عَدَّ لَهُمْ عَذَا بًا مُّهِيْنًا
"Sesungguhnya
(terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan
melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi
mereka." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 57)
Allah
dalam Al Quran dan Hadits menetapkan adanya gangguan tetapi tidak memudharatkan
Ia. Tidak ada sesuatu yang bisa memudharatkan Allah. Gangguan tidak melazimkan
kemudharatan. Mengapa Allah merasa terganggu? Karena orang yang mencela masa
itu hakikatnya celaan itu ditujukan kepada Allah (seperti mencela angin, musim,
dll) yang sebagai maf'ul dan Allah sebagai fa'il atau pelakunya. Allah yang
mengatur tersebut dan itu celaan yang ditujukan kepada Allah. Terjadinya
ketaatan dan kemaksiatan itu atas kehendak Allah.
B.
Hubungan
bab ini dengan Kitabut Tauhid
Mencela
masa dari ucapan-ucapan seseorang itu tidak boleh, wajib menjauhi. Karena itu
dapat menafikan kesempurnaan tauhid. Jika mencela zaman berarti telah mencela
Allah. Contoh celaan terhadap zaman yaitu: "Semoga Allah melaknat hari
yang aku berjumpa dengan hari itu." Contoh lain itu menganggap bahwa bulan
Syura itu bulan sial.
Mencela
masa terbagi menjadi 3 bentuk yaitu:
a.
Sekadar
pengkabaran tanpa adanya celaan didalamnya
Maka ini
hukumnya boleh.
Contoh, "Kami sangat lelah karena cuaca hari panas
sekali." Perkataan yang mengabarkan, "Masyaallah, gerah sekali hari
ini."
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَمَّا
جَآءَتْ رُسُلُـنَا لُوْطًا سِيْٓءَ بِهِمْ وَضَا قَ بِهِمْ ذَرْعًا وَّقَا لَ
هٰذَا يَوْمٌ عَصِيْبٌ
"Dan
ketika para utusan Kami (para malaikat) itu datang kepada Luth, dia merasa
curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Luth) berkata,
Ini hari yang sangat sulit." (QS.
Hud 11: Ayat 77)
b.
Mencela
masa sebagai keyakinan bahwa masa sebagai pelaku. Meyakini masa yang membuat
adalah masa tersebut. Maka ini hukumnya syirik akbar. Seperti menganggap bulan
Syura itu bulan Muharram adalah bulan sial. Hakikatnya ia meyakini bulan-bulan
itu ada bersama Allah.
c.
Mencela
masa dan tidak meyakini masa sebagai pelaku. Meyakini bahwa Allah yang
menciptakan. Maka ini hukumnya haram, namun tidak sampai derajat kesyirikan.
Orang yang bodoh akalnya sesat pemahamannya.
Bagaimana
kalau orang mencela masa atau waktu tapi ia meyakini atau tahu konsekuensi
kalau mencela masa itu berarti mencela Allah? Maka ini hukumnya kekufuran.
Kalau
tidak tau konsekuensi maka hukumnya haram namun tidak sampai derajat
kesyirikan. Orang yang tidak tahu tidak lebih berat daripada orang yang tahu.
C.
Penjelasan
Dalil
1.
QS.
Al Jatsiyah ayat 24
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَا لُوْا مَا
هِيَ اِلَّا حَيَا تُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَاۤ اِلَّا
الدَّهْرُ ۗ وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۚ اِنْ هُمْ اِلَّا
يَظُنُّوْنَ
"Dan
mereka berkata, Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita
mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Tetapi
mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga
saja." (QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 24)
Allah menyebutkan orang-orang musyrikin duhriyyah. Rasul diutus di suatu
kaum yang beraneka ragam keyakinan (seperti menyembah patung, pohon, orang
shalih, bahkan ada yang tidak percaya kepada Allah -> komunis dan atheis). Kesesatan
zaman dulu dan sekarang itu karena Iblis la'natullah. Mereka mengingkari adanya
hari kebangkitan. Mereka berpendapat, "Tidak ada kehidupan lain selain di
dunia ini. Kami mati dan kami hidup dan sebagian yang mati hidup kembali."
Orang-orang ini menyandarkan kepada masa dan percaya bahwa tidak ada yang
membinasakan mereka kecuali masa. Intinya mereka menyandarkan semuanya kepada
masa. Kemudian Allah membantah mereka.
Kalau terjadi kekeliruan maka harus ada dalil. Mereka hanya
bersandar kepada prasangka. Prasangka tidak bermanfaat sedikitpun. Dalam ayat
ini orang tersebut menyandarkan kejadian-kejadian kepada masa, suatu saat ia
akan mencela masa ketika terjadi sesuatu yang mereka benci.
Dalam
ayat ini Allah menjelaskan orang musyrikin duhriyyin yang menyandarkan kepada
masa. Seperti musibah, otomatis lisannya akan mencela masa.
Faidah
ayat [1]
a.
Membantah
orang yang tidak percaya hari kebangkitan.
b.
Celaan
kepada orang yang menyandarkan kejadian kepada masa.
c.
Orang
yang meniadakan sesuatu ditutup darinya mendatangkan dalil hari kebangkitan.
Dalil
dalam Al Quran dan Hadits sangat banyak
menjelaskan tentang hari kebangkitan. Suatu prasangka tidak boleh dijadikan
dalil dalam masalah aqidah. Harus yakin 100% tidak boleh ada keraguan.
2.
Diriwayatkan
dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا
الدَّهْرُ، بِيَدِي الأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Anak Adam telah menyakiti-Ku
(karena) dia suka mencela waktu (masa). Padahal Aku-lah pencipta (pengatur)
masa. Aku-lah yang menggilir antara siang dan malam” [2]
Juga terdapat hadits yang tegas melarang perbuatan mencela masa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا
تَسُبُّوا الدَّهْرَ، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْرُ
“Janganlah mencela masa, karena sesungguhnya Allah Ta’ala adalah
(pengatur) masa.” [3]
: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ “Anak
Adam telah menyakitiku.”
Allah terkadang tersakiti pada perbuatan hamba-hambaNya dan celaan
itu sama sekali tidak memudharatkan Allah. Allah menjelaskan mengapa terganggu
karena manusia telah mencela masa. Masa sebagai maf'ul yakni makhluk yang murni
Allah yang mengaturnya. Masa tidak memiliki qudrah atau kemampuan. Hakikatnya
ia telah mencela Allah. Berbeda dengan perbuatan hamba yang jelek boleh juga
cela karena ikhtiar atau kemampuannya -> boleh dicela.
Diantara makhluk Allah yang hisab adalah manusia dan jin. Kenapa
Allah tidak menghisab hewan, masa, dll ? Tidak ada hisab karena tidak ada
ikhtiar, qudrah, dan iradah.
و
أنا الدّهر
Sementara Aku adalah waktu
Hal ini menunjukkan nama Allah = pemahaman yang artinya Akulah yang
mengatur waktu (membolak-balikkan malam
dan siang).
الدّهر
= bukan nama Allah
Allah-lah yang mengatur waktu.
Faidah
a.
Larangan
mencela masa.
b.
Hukum
mencela masa Kufur dan syirik akbar
c.
Haram
jika ia meyakini jika pelakunya adalah Allah
d.
Makna dari Ad-Dahru adalah
e.
Allah-lah
yang mengatur malam dan siang.
BAB 46
Menggunakan Gelar Qadhi Al-Qudhat (Hakim Para Hakim)
Dan Yang Semacamnya
A.
Hubungan bab ini dengan kitabut tauhid [4]
Tauhid melazimkan untuk mengagungkan Allah Ta’ala, tidak mensejajarkan
Allah dengan makhluk dalam perkara yang menjadi kekhususan bagi Allah. Tidak
boleh menjuluki seseorang dengan “Qadhinya para Qadhi”. Ini merupakan bentuk
pensejajaran Allah dengan makhluk karena semua hukum kembalinya kepada Allah.
B.
Penjelasan [5]
Setiap nama yang didalamnya terdapat unsur pengagungan
yang sangat kepada makhluk seperti “Hakimnya para Hakim” dan julukan semisal
yang julukan tersebut hanya boleh ditujukan untuk Allah semata maka ini tercela
karena dapat mengurangi aqidah tauhid seseorang. Namun jika seseorang dijuluki
dengan nama tersebut dan dia tidak ridho maka tidak ada celaan didalamnya.
Allah lah yang menjadi Hakim pada hari kiamat kelak, ketetapan mutlak hanya
milik Allah semata.
Apabila ada yang menjuluki seseorang dengan “Rajanya
para Raja” maka ini tidak boleh karena yang memiliki kerajaan langit dan bumi
hanya Allah semata, tidak terbatas oleh waktu.
Syaikh Sholih Utsaimin rahimahullah pernah ditanya “Bagaimana hukumnya menjuluki Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah?”
Jawaban : Jika hanya syaikh mutlak dan semua perkara
ajaran Islam dikembalikan kepada orang tersebut maka ini tidak benar. Namun
jika tujuannya hanyalah sebagai “mujaddid” atau sang pembaharu melewati tangan
beliau atas izin Allah maka ini tidak mengapa.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda [6]
“Sesungguhnya
gelar nama yang paling hina di hadapan Allah adalah seseorang yang menggunakan
gelar ‘Raja Diraja’ tidak ada gelar yang haq selain Allah. Sufyan berkata :
“Juga seperti Syaahan Syaah”
Dalam riwayat
lain “yusamma”.
Tasamma : bermakna dia menamakan dirinya sendiri
Yusamma : bermakna orang lain menamakan dirinya dan dia ridho.
Malika : bermakna raja
Maalik : bermakna
pemilik kekuasaan
Dan Allah
disifati dengan kedua sifat (Malika dan Maalik) tersebut, yang berhak menggunakannya
adalah Allah.
Tidak semua raja
itu memiliki dan tidak setiap yang memiliki itu menjadi seorang raja. Ada raja
tetapi tidak memiliki sesuatu dan ada yang memiliki sesuatu tapi hanya bisa
mengatur dirinya sendiri. [7]
Faidah : Menetapkan sifat Malik dan Maalik pada Allah.
[1] Diambil dari Kitab Mulakhos Kitabut Tauhid karya
Syaikh Sholih Fauzan
[2] (HR.
Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246)
[3] (HR.
Muslim no. 2246)
[4] Diambil dari Kitab Al-Qoulul Mufid dan At-Tamhid
[5] Diambil dari Kitab I’anatul Mustafid dan At-Tamhid
[6] HR Bukhori dan Muslim
[7] Diambil dari Kitab Al-Qoulul Mufid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar