SURAT DARI MADINAH





Tadi sore, surat dari Madinah datang kepada saya lewat kawan. Tadi sore, ibu dan ayah berkabar desa kami ada yang positiv covid-19, tetangga kami sendiri, dan banyak yang ODP ataupun PDP. Tadi sore, lihat berita beberapa dokter meninggal, kawan adik di Magelang, mahasiswi 22 th juga meninggal –semoga Allah merahmati beliau semuanya-. Tadi sore, dapat nasihat emas dari Ustadz Aris hafizhahullahu tentang wabah ini. Barusan, kami sharing, terutama tentang persebaran virus di Jogja, tentang rasa takut kami, takut yang tabi’i. Satu hal yang saya dapatkan dan saya yakini sepenuhnya setelah ngaji, bahwa musibah itu karena dosa-dosa kita.
Surat dari Madinah itu begini isinya, (saya ingin kawan-kawan membacanya dengan penuh perenungan) :

Surat yang Membuatmu Menangis
PPMI Madinah

Oleh: Syaikh Wahid Abdussalam Bali, hafidzahullah



Wahai Rabb...

Jikalah tidak ada murka darimu kepada kami niscaya kami tak mempedulikannya? 

(Tapi bagaimana mungkin tidak?!)

Apakah dosa kami sudah sampai menghalangi kami dari rumah-rumah-Mu?!

Apakah maksiat kami sudah sampai harus terdengar seruan adzan di telinga kami, “Shalatlah di rumah-rumah kalian.”?!

Apakah itu murka-Mu wahai Yang Maha Pengasih?!

Apakah itu malapetaka yang ditimpakan kepada penduduk bumi?!

Atau apakah engkau menginginkan agar kami sadar setelah kelalaian yang terus menerus dan maksiat yang kian bertambah?!



Wahai Rabb...

Apakah itu goncangan kepada hati yang telah tertutup?!

Kepada akal-akal yang kehilangan arah?!

Apakah kami juga akan kehilangan seruan shalat tarawih?!

Apakah kami juga akan kehilangan majlis berbuka puasa?!

Apakah kami juga akan kehilangan berkahnya shalat malam berjamaah?!



Apakah ini pergantian?!

Apakah kami telah berpaling sehingga Engkau akan gantikan kami?!

Apakah Engkau akan datangkan kaum selain kami?!

Yang Engkau cintai dan mereka mencintai-Mu?!



Wahai Rabb...

Demi Allah sungguh kami tak mampu

Kami tak sanggup

Jangan Engkau hukum kami dengan perbuatan orang jahil di antara kami

Hari ini kami mendengar kalimat-kalimat yang tidak pernah kami dengar sebelumnya

Kalimat adzan mulai menggoncang kami

“Shalatlah kalian di rumah-rumah kalian, shalatlah di tempat-tempat kalian!”

Ini adalah pengusiran sebenarnya

Demikian yang kami rasakan

Engkau berpaling dari kami

Dan ini sangat menyakitkan

“Rumah-rumah-Ku telah tertutup di hadapan kalian.”

Betapa teririsnya hati

Betapa goncangnya hati

“Rumah-rumah-Ku telah tertutup dari wajah-wajah kalian.”



Apakah kami telah berpaling, sehingga Engkau berpaling dari kami?!

Inilah musibah yang sebenarnya

Tak lain penyakit adalah sebatas tentara dari tentara-tentara Allah

Namun musibah yang sesungguhnya adalah ketika Engkau usir kami dari rumah-Mu

Apakah ini pesan dari-Mu kepada kami

“Aku tidak butuh kepada kalian, dan ibadah kalian.”



Wahai Rabb...

Kami tak sanggup

Kami tak mampu

Dunia ini seakan menjadi sempit meskipun dia luas

Bangunlah wahai hati dan merendahlah!!

Bersimpuhlah wahai hati dan jangan lepas dari Al-Jabbar!!



Wahai Rabb...

Jangan Engkau palingkan wajah-Mu

Kami tak memiliki siapa-siapa selain-Mu

Benar, kami telah mengkufuri nikmat-Mu

Benar, kami telah lalai dari nikmat-Mu

Benar, kami telah tertipu oleh diri-diri kami

Tapi kami berlepas diri, kami bermaksiat bukan karena kami meremehkan 

Akan tetapi ini kelemahan kami

Kasihi kami

Kembalikan kami kepada-Mu

Kembalikan kami kepada-Mu

Janganlah Engkau cegah dari kami bulan Ramadhan

Madinah, 27 Rajab 1441

Source:


Intaha. sekian kutipan.

Tidakkah kawan-kawan menangis selepas membacanya? membayangkan apakah ini pergantian? tentang  firman Allah, Allah akan gantikan suatu kaum jika kaum tersebut berpaling dari Allah. Allah akan timpakan musibah ketika maksiat tersebar, orang terang-terangan malakukannya. LGBT dimana-mana, diskotik dimana-mana, musik dihalalkan, tak berhijab katanya tak menyalahi syariat, pacaran dan zina katanya biasa, rokok katanya tak haram. Berkeyakinan jimat itu menyelamatkan, minta keselamatan kepada jin, sedekah laut untuk Nyi Roro Kidul, minta hajat pada wali yang sudah mati katanya bisa terkabul, ini namanya apa jika bukan syirik? maksiat paling maksiat. Dzolim paling dzolim.


Atau ada kawan-kawan yang menganggap orang yang bersedih atas musibah virus corona ini adalah manusia yang alay? sehingga ketika tau ada yang menangis tersedu tidak bisa sholat jamaah, atau membuat surat sebagaimana surat dari Madinah di atas, atau takut pada hukuman Allah atas maksiat-maksiatnya, adalah mereka yang alay? lebay? sok suci? parno dll? atau bahkan ada yang justru dengan musibah ini mengolok-olok virus corona, menantangnya, berkata tidak takut padanya? Adakah?
Ketahuilah, jika ada yang merasa demikian, merasa bahwa orang yang takut pada Allah dengan diturunkannya wabah ini sebagai peringatan untuk manusia dianggap lebay, maka ada yang salah dengan hati kawan-kawan.


“Apakah maksiat kami sudah sampai harus terdengar seruan adzan di telinga kami, “Shalatlah di rumah-rumah kalian.”?!
Saya baru pertama kali, di Jogja mendengar lafadz adzan yang demikian. Melihat anak-anak dan ibu-ibu tidak ada di masjid. Kami kehilangan majelis bersama guru-guru kami di Masjid. Kami merasa terusir. Sudah sebesar apa maksiat kami ya Allah... Ampuni kami.


“Apakah kami juga akan kehilangan seruan shalat tarawih?!
Apakah kami juga akan kehilangan majlis berbuka puasa?!
Apakah kami juga akan kehilangan berkahnya shalat malam berjamaah?!”

Apakah saya akan kehilangan kajian buka puasa di Masjid Pogung Dalangan, masjid penuh romantika bagi setiap manusia yang pernah singgah di sana. Akankah saya juga kehilangan kajian kitab bada subuh 20 hari nonstop dengan Ustadz Aris Munandar hafizhahullahu yang selalu terkenang bagi siapapun yang pernah duduk di Masjid Al-Ashri. Akankah kita tidak bisa iktikaf, saling menguatkan satu sama lain untuk memaksimalkan ibadah. Saling membangunkan untuk sholat malam, saling berbagi menu buka, saling menangisi satu sama lain ketika iktikaf sudah berakhir. Tidakkah kalian merasa takut kehilangan, sebagaimana saya ?

“Apakah ini pergantian?!
Apakah kami telah berpaling sehingga Engkau akan gantikan kami?!
Apakah Engkau akan datangkan kaum selain kami?!”

Apakah Allah sudah bosan dengan tingkah kemaksiatan kita? apakah Allah akan gantikan kita dengan kaum lain, kaum yang lebih taat. Jumlah korban positiv dan meninggal tiap hari makin bertambah, tapi jumlah orang bertamasya ternyata juga bertambah, jumlah orang melakukan khurafat juga bertambah, jumlah orang ngalap berkah, meminta pada selain Allah agar dijauhkan dari wabah juga bertambah. Apa ini namanya jika bukan musibah di atas musibah?

“Jika engkau tak lagi punya siapa-siapa yang bisa mencurahkan kasih sayang, maka yakinlah Allah lebih sayang dari orang-orang yang menurut sangkaanmu paling menyayangi dirimu.
Apa ibumu sampai memperhitungkan duri yang menusuk di jarimu? Allah memperhitungkannya. Apakah ayahmu memperhitungkan satu tetes tangismu? Allah memperhitungkannya. Allah telah memperhitungkan segala kesusahan yang menimpamu, bahkan yang tak kau anggap lagi sebagai kesusahan. Hasbunallahu wa ni'mal wakil”
“Dan ketika hamba berbuat maksiat, melanggar perintahNya, Dia tak langsung menghukumnya, Dia tangguhkan, dan ingin agar hambaNya ini kembali padaNya dengan bertaubat. Dialah al Haliim. Kasih sayang apalagi yang kita butuhkan, jika yang begitu besar sudah kita dapatkan... Setiap waktu selalu memberi kita rezeki, Dialah Ar Razzaq, selalu mencukupi kita dengan nikmat dan karuniaNya.  Alhamdulillahi atas nikmat yang tak terhitung.” Ustadzah Ummu Hanif hafizhahallahu

Kembalilah, kembalilah wahai jiwa yang telah jauh dari Allah.
Kembalilah, tidak ada yang lebih menyayangimu kecuali Allah, tidak ada yang lebih peduli dengan keluh kesahmu melainkan Allah.
Kembalilah, kamu sudah berjalan sangat jauh, tenggelam dalam maksiat. Berhentilah wahai jiwa, berhenti untuk terus berbuat dosa.
Penyakit yang dulunya tidak pernah dianggap, batuk, pilek, meriang dan flu, kini ia menjadi batas kematian yang dekat untukmu.
Tanpa tanda, tiba-tiba besok positiv corona, lusa meninggal dunia.
Hari ini sehat, besok demam, lusa positiv corona.
..........
Kau bisa saja mati dengan sebab corona tapi kau pasti mati kapan saja Allah mengutus malaikatnya untuk mencabut nyawa.
Kembalilah, Allah, Tuhanmu, menunggu taubatmu, kembalilah, saat ini juga.


Pogung, 27 Rajab 1441H
Al-Faqirah ila Afwi Rabbiha

Ratna A Arilia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib