BINGO,
ANTARA
YANG LATAH DAN BIJAK
Bingo itu asalnya dari mana
sih? Kalau kata wikipedia, Bingo
itu permainan di Amerika Serikat/Negara-Negara Persemakmuran dengan
kartu bernomor yang diberi tanda oleh pemain bila nomor tersebut dipanggil. [1]
Itu asal-muasalnya. Nah akhir-akhir ini Bingo juga mulai hits, terutama
di sosial media. Banyak yang meng-idhofah-kannya pada challenge
seputar keseharian mahasiswa, tempat makan yang di kunjungi, kebiasaan jaman
sekolah, bahkan hal tabu yang berisi aib dan maksiat. Memang ada bingo
yang berisi maksiat? Lah, banyak!
Pernah
lihat, ada bingo isinya hal yang pernah dilakukan sama pacar. Bingo
lainya, tentang kenakalan jaman sekolah dan masih banyak lainya. Lhah, orang
sentuhan, memandang, apalagi chattingan sama yang bukan mahrom saja
Allah sudah larang. Masak iya aib berupa apa saja yang sudah pernah dilakukan
dengan pacar malah diumbar?
Maaf
saya “memaksa” kalian membaca hadits ini,
Rasûlullâh
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, ia berkata,
“Setiap umatku (diharapkan) akan
mendapatkan keselamatan (dan ampunan), kecuali mujahirin (orang yang terang-terangan
membuka aib sendiri). Dan termasuk bentuk terang-terangan ketika seseorang
melakukan sesuatu (dosa) pada malam hari, lalu masuk waktu pagi sedangkan Allâh
Azza wa Jalla telah menutupi aib
dosanya, namun ia justru mengatakan : wahai fulan, aku telah melakukan (dosa)
ini dan itu pada malam tadi. Sungguh, ia telah melalui malamnya dalam keadaan
Allâh Azza wa Jalla menutupi aibnya,
namun ia masuk waktu pagi dengan menyingkap apa yang telah Allâh Azza wa
Jalla tutupi.”[2]
Kalau
ada yang ngegas,
“Kan Cuma buat seru-seruan.”, “Kan cuma iseng.”,
“Lah namanya juga anak muda.” dll. Ketahuilah kawan-kawan, masa muda kita itu
berat loh, tidak sembarangan kita boleh melewati masa muda dan
menghabiskan waktu kita. Lebih-lebih saat ini ada wabah Corona, #dirumah aja,
dijadikan waktu malas-malasan dan hanya rebahan berselancar di sosial media.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak
akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya
tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa
mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan
dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui
(ilmu).”[3] Nah tuh berat ndak-an cah.
Bingo, netizen terbagi menjadi 2,
yang latah dan yang bijak.
Siapa
yang latah? mereka yang serta merta tanpa pikir panjang yang penting eksis. Alih-alih
berniat membuat hiburan agar kawan tersenyum, justru ternyata dia tenggelam dalam
gawai, berjam-jam hp-an teroz, lupa waktu, sibuk bikin bingo, mengumbar
aib yang Allah sudah tutupi dll.
Siapa
yang bijak? mereka yang mengalihkan bingo pada hal-hal yang manfaat.
Semacam checklist kitab-kitab apa yang harusnya dipelajari, tentang
ilmu-ilmu agama, membuat bingo menjadi permainan seputar agama dll.
Bermanfaat bukan? Tentu.
Ett,
tapi tidak semua selamat dari bingo, mungkin ada yang membuatnya dengan
niat yang sangat baik, tau kondisi “jamaah” sosial medianya, faham prioritas
waktu, dan bisa menggunakan waktu di sosial media dengan bijak. Tapi mungkin
ada juga karena saking serunya main bingo meskipun isinya bermanfaat, eh
dia lupa waktu. Waktunya habis untuk memikirkan membuat templat bingo,
bingung mau dibagikan pada siapa saja, bingung scroll up story WA,
tap-tap story IG dan sosial media lain untuk melihat bingo
kawannya-kawannya.
Rugi
tidak? Jelas rugi. Waktu yang bisa digunakan untuk belajar, atau
mengistirahatkan mata jadi terbuang karena asik main bingo. Saat ini,
semua kegiatan sebagian besar model daring atau online, mau tidak mau mata
tertuntut aktif melihat layar dari pagi sampai malam. Kasian matanya kalau
bersosial media sampai terlalu sibuk.
Untuk
saya sendiri dahulu, jadilah manusia yang bijak dan selalu khusnudzon
pada orang. Ketika mengetahui banyak kawan berbagi bingo yang bermanfaat,
tanamkan pada diri, “MaasyaAllah, alhamdulillah punya banyak kawan yang berbagi
faidah. Moga Allah berkahi hidup kawan-kawan saya.” Stop di situ. Jangan
suudzon, apalagi hasad. Jika merasa terganggu cukup di bisukan saja status
mereka. Jika ada yang berbagi bingo yang ada aib, ya di PM baik-baik.
Sudah cukup sampai di situ kapasitas kita, bukan judge apalagi sampai
timbul rasa sebel, jangan ya.
Untuk
saya sendiri dahulu, jadilah manusia yang cerdas, sebagaimana yang pernah guru
saya sampaikan. Ketika saya hendak post sesuatu, guru saya
Ustadzah Ummu Faathimah hafizhahallahu ganti tanya pada saya,
“Faidahnya
apa?”
“Kalau
ada yang lihat, itu manfaat ndak?”
“Kalau
ada yang lihat, anti bisa dapat pahala apa dosa?”
JLEB!
Padahal
kala itu “hanya” mau story buah murbery hasil panen J
Timbangan kita,
ketika menekan layar bergambar pesawat kertas itu syariat. Allah ridho tidak
kita share begituan. Nanti kita dapat pahala tidak kalau ada orang yang
lihat. Nanti kalau kita post foto liburan kita, foto makanan kita, foto
suami atau anak bayi kita (bagi yang sudah punya), dan foto-foto tidak jelas
lainnya ada yang hasad tidak, ada yang sedih tidak, dapat pahala tidak?
Ya, semua
bermuara pada satu hal “Allah ridho tidak?”. Kalau sesuatu itu tidak
mendatangkan manfaat saja baiknya dijauhi, lebih-lebih lagi sesuatu yang
mendatangkan dosa.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
rahimahullah berkata,
“Jika
dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan
hal-hal yang batil”[4]
Jadilah kita muslim yang baik,
yang tahu priorias hidup, yang tau mana yang harus dilakukan mana yang harus
ditinggalkan. Cukuplah hadits ini kita pegang erat-erat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Di antara kebaikan islam
seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” [5]
Tinggalkan bingo yang
tidak manfaat, dan jangan terbuai dengan bingo hingga waktu tersibukkan dengannya. Andai kamu tahu, waktu
kita sangat terbatas, Ramadhan sudah di depan mata, semoga kita sampai padanya,
jangan mau diperbudak sosial media. Lakukan hal manfaat untuk akhirat bukan
untuk dunia.
Barakallhu fiikum.
Al-faqirah ila ‘Afwi Rabbiha
Ratna A Arilia
Jogja, 19 Hari menuju Ramadhan
1441
@At-tadzkirah.blogspotcom
Catatan kaki :
[2] HR.
al-Bukhâri kitab al-adab bab sitr al-mu’min ala nafsihi no 5721 dan Muslim
kitab az-zuhd wa ar-raqâ’iq bab an-nahyu an hatkil insân sitra nafsihi no 2990.
[3] HR.
At-Tirmidzi, Lihat Ash-Shahihah no. 946
[4] Al Jawabul
Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah
[5] (HR.
Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar