Ayah dan Ibu InsyaAllah Bisa Faham




Was..
Syawal 1439H.
Saya pulang kampung setelah berhasil pendadaran wkwk, pulang dengan pakaian syari yang tidak gelap, jilbab yang tidak terlalu panjang dan tanpa cadar tentunya.

Ketika ayah mengajak kami ke rumah teman karib nya, tanpa salam kami terjawab, tidak ada angin dan hujan tiba-tiba anak perempuan kawan ayah saya mengatakan
"mana cadarmu kok ga di pakai?"

Welah.. Iki mbak e salamku belum di jawab wis bikin emosi tenan. (batinku dulu)
Secara, lingkungan kebanyakan masih belum kenal sunnah, belum tau tauhid, jauh dari majelis ilmu, pemahaman menutup aurat sangat minim, sensistiv sama mbak-mbak bercadar dan mas-mas jenggotan.

Saya sudah semaksimal mungkin menyesuaikan keadaan, tapi qodarullah. Alhamdulillah 'ala kulli hal.

Tiba-tiba di tv muncul berita bom bunuh diri di Surabaya yang sekeluarga itu "berpenampilan nyunnah". Kawan ayah saya ikut-ikutan menimpali

"Mam (nama ayah saya Imam), anakmu tu lo kuliah di UGM kok pulang-pulang jadi krubutan (tertutup fisiknya), ndak mau salaman sama laki-laki, jadi aneh, jilbab guede buanget (besar sekali), kaos kaki-an segala, ndak mau keluar rumah."
Menatap ke saya
"he.. Nduk (panggilan : nak..) mbok jadi wong islam sing biasa saja. Jangan-jangan ikut aliran sesat kamu di sana ya? Ati-ati di cuci otak mu itu"

Walah.... Kaya kena petir siang bolong saya kala itu.
Tapi saya mah cuek aja, ndak pikir panjang karena mereka bukan orang tua saya. Terserah ngatain saya apa. Hehe.

Tapi tapi tapi..
Pas pulang ibu yang dari tadi diam tiba-tiba matur dengan nada marah dan nangis.
"tuuh kan mbak.. Mbok jangan keterlaluan. Pakai jilbab ya yang biasa saja. Kan mbak sendiri yang bilang apa-apa yang berlebihan itu ga baik"

Gubrak... Hujan lokal sampai subuh di mata saya.
Ortu saya dulu ternayata juga berfikiran demikian pada perubahan saya. Belum lagi ayah yang setelah itu mendududukan saya hampir 2 jam.

"mbak, ayah ga mau punya anak yang seperti ini. Tetangga pada bilang aneh-aneh. Katanya kamu sesat, teroris, jadi aneh. Semua takut mau ke sini. Kamu ga mau salaman sama laki-laki. Semua bilang jangan ada yang ke rumah pak Imam, anaknya aneh. Dll. Hancur hati ayah sama ibuk lihat anak jadi seperti ini" dll

Wadidaw.. Hati saya benar-benar hancur. Kaget. Mana kitab tauhid yang saya bawa pulang hendak di bakar oleh ayah. Saya berdoa agar saat di marah tidak menangis, agar Allah kuatkan hati saya. Alhamdulillah.. Selama 2 jam saya tenang, saya mendengar baik-baik perkataan ayah saya.

Baru setelah itu nangis kejer dari bada isya hingga tengah malam. Sampe lapar.

Setelah itu saya kembali ke jogja dengan berat hati.. Merasa tidak terima dengan perlakuan orang-orang. Tapi saya berusaha menerima. Dan bertekad mengumpulkan ilmu agar bisa berdakwah di keluarga dengan cara yang benar.
============================================
Satu tahun berlalu...
Now..
Syawal 1440H
Saya pulang dengan pakaian syari yang lebih lebar dan lebih gelap wkwkw. Membawa kitab-kitab dan buku agama. Mengenakan kaos kaki.

Tidak ada komentar apapun dari orang tua.

Bahkan ketika berkunjung ke rumah kawan ayah saya yang dulu mencaci saya. Dan terulang lagi. Ketika Keluarga mereka menyinggung cadar saya.
Saya jawab
"lha ini cadar saya di tas. Pakai kalo pas kajian di Jogja"
Mereka diam.

Ketika di rumah ada tamu, mas-mas yang dulu ngompori agar tidak ada orang yang ke rumah ayah (ayah ketua RT soalnya) bilang
"boleh salaman gak iki? Kan bukan mahrom?"
Ku jawab
"ga boleh mas"
Ayah ibu saya juga sellow. Wkwk

Barusan banget 4 Syawal 1440H jam 7 pagi. Ada tetangga cowok yang punya kebiasaan masuk rumah orang tanpa permisi. Nylonong bahkan sampe ke dapur rumah ayah.
Buset...
Saya yang cuma pakai cangcut, pakaian rumahan kaos sama celana (lah masih pagi masih pada masak soalnya) langsung kabur lewat Timur rumah, sembunyi.
Mas-masnya malah nyariin.
Ayah saya yang tau saya sembunyi kaget
Saya bilang
"ayah.. Mbak ndak suka kalo ada orang tiba-tiba masuk sampe ke belakang gitu. Mbak belum pakai jilbab. Dosa yah.. 💦 💦 💦"
Ayah saya yang tau keadaan saya diam.. Merasa bersalah karena mengizinkan itu mas-mas masuk rumah.

Ibu saya tau tiap malam saya baca buku ushul fiqih, bawa kitab Arab gundul ithaful kiram, bawa buku-buku agama, malah menemani saya tiap malam.
Ayah dan ibu juga tau saya di Jogja sedang belajar bahasa arab, nahwu shorof, belajar tahsin, tiap sore kajian. Saya pakai jilbab, gamis dan kaos kaki kemanapun dll.
Mereka tidak menentang saya seperti dulu.

Kuncinya apa??
1. Doa.
Postingan rumaysho.com tentang doa di bulan ramadhan yang tulus untuk orang tua. MaasyaAllah Allah kabulkan secepat ini. Doa untuk orang tua berada di urutan teratas, dan dengan frekuensi yang lebih buanyak selama ramadhan.
2. Adab dan perlakuan penuh hikmah.
Terus rajin hubungi orang tua, kasih kabar, sering ngobrol apa saja yang kita lakukan di perantauan, kasih hadiah.
Makin lembut sama ortu. Rajin bantu ketika di rumah, bangun lebih pagi, rajin di dapur, mijitin ortu dll
3. Sabar
Selalu menerima perlakuan baik atau buruk dari lingkungan. Santai menanggapi cemoohan. Toh mereka bukan siapa-siapa. Yang penting orang tua kita percaya bahwa kita berada di jalan yang haq ketika ngaji. Pakai jilbab besar dan kaos kaki semata-mata patuh pada Allah.

Untuk kamu yang masih berada pada fase saya setahun yang lalu, sabar.. ngaji terus jangan kendor, belajar kitab-kitab adab, pergauli orang di sekitar dengan baik yak. Jangan lelah buat "ngrengek" minta sama Allah. Yassarallahu lakunna..



Tulungagung, Jatim
4 Syawal 1440H
Ummu Ukasyah :

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. MasyaaAllah, Kak. Saya baru tahap awal-awal semoga juga tidak gentar.

    BalasHapus

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib