Belajar itu Tiga Kali




Saya                   : “Ustadzah, besok ujian, ana belum paham sama materinya, (sedih).”
Ustadzah A         : “Lah kamu cuma belajar pas mau ujian saja kan!?”

(tertusuk) ini benar sekali. Baru benar-benar lebih serius belajar jika mendekati ujian. Masih pakai cara yang tidak terpuji, yaitu sistem SKS, pada akhirnya saya tau, hasilnya tidak pernah maksimal,sudah sangat bersyukur jika nilai tidak makbul.
Kemudian Ustadzah yang lain menasehati saya,

Ustadzah B       : “Anti tu, kalau belajar jangan pas hanya mau ujian. Belajar itu 3 kali.” 
kata beliau pelan.

Beliau jelaskan :
“Pertama, sebelum pengajar memulai materi anti sudah belajar materinya dahulu,berusaha membaca dan memahami, setidaknya sudah nyantol dengan apa yang akan dipelajari.”
“Kedua, saat belajar berlangsung itu, anti harus fokus, tidak melamun, tidak mengantuk, berusaha keras untuk faham suatu materi, menghafalnya. Karena agama ini dibangun juga diatas hafalan yang baik.”
“Ketiga, setelah pelajaran usai, yakni murojaah yang kontinyu.”
“Dengan itu ketika ilmu sudah dipahami, mencoba dihafalkan dan diamalkan InsyaAllah akan kekal, akan mudah mengerjakan ujian, biar nilainya tidak makbul terus.”

MaasyaAllah, demikianlah nasihat yang saya dapatkan dari Ustadzah hafidzahumallhu, bahwa belajar itu berproses dan terus-menerus.

Teringat perkataan Ulama yang sering mengatakan,
“Barangsiapa mempelajari ilmu langsung sekaligus dalam jumlah banyak, akan banyak pula ilmu yang hilang.”[1]

Teringat pula nasihat yang saya minta pada Dosen saya, sebelum beliau berangkat melanjutkan studi S3 nya. Beliau pengampu mata kuliah Satuan Proses dan Operasi (SATOP), dan Mesin Industri  Pertanian (MIP), yang semoga Allah mudahkan studinya di Jepang dan semoga Allah menjaganya dimanapun beliau berada.

Saya       : “Beri saya nasihat  tentang bagaimana cara belajar yang baik bu.”
Dosen     : “Selesaikan semuanya di kelas!, jangan bawa pulang masalah. Jadi ketika ada pertanyaan atau hal yang membingungkan langsung tanyakan, dan jangan menunda-nunda belajar”

Kalimat yang singkat namun penuh makna bagi saya, tentang belajar itu tiga kali, dan tidak membawa masalah terkait pelajaran saat pulang.

Juga saat OSPEK Kampus, awal menjadi Mahasiswa dulu, Kakak Co-fas (Pendamping Kelas/Cluster) membagikan pengalamanya,
"Sebenarnya sistem di perkuliahan itu singkat, satu mata kuliah mungkin hanya 2 atau 3 sks, 1 sks mungkin 50 menit-an. Tapi jika sistem itu juga kita terapakan di luar kuliah dengan kita mengulanginya di kost, itu hasilnya akan hebat. Misalnya Fisika Industri di kampus 2 sks, nah pas di kost kalian belajar lagi 2sks, seperti itu terus." Kata beliau yang juga anak PIMNAS kala itu.


Betapa ternyata selama ini saya tidak tau apakah orang lain juga mengalami, terutama Mahasiswa dan Mahasantri. Yaitu tidak belajar kecuali ketika dikelas, tidak dipelajari dahulu materinya, dan tidak dibaca atau dimurojaah ulang. Alhasil saat di kelas banyak bingungnya, merasa tidak nyambung, ingin segera menutup buku ketika ditutupnya pelajaran, dan tidak dibukanya buku catatan kecuali keesokan harinya ketika pelajaran tersebut hendak dilanjutkan, atau kalau ketika ada tugas saja baru mau belajar dan murojaah.

Teringat pula nasihat Ustadz Hasim hafidzahullahu ketika mengkaji kitab Ta'lim Muta'alim Thoriqot Ta'alum di Masjid Pogunng Dalangan, Jogja.

Ada beberapa jenis manusia yang datang ke majelis ilmu. Ada yang pulang membawa ilmu, tapi ada juga yang blas ndak nyanthol, sama sekali tidak dapat ilmu, pulang tidak bawa apa-apa. Ada yang pulang bawa segunung pahala, tapi ada juga yang pulang bawa setumpuk dosa. Apa yang membedakan keduanya? padahal sama-sama duduk di waktu yang sama, mempelajari ilmu yang sama, bahkan gurunya juga sama.

Yang membedakan tidak lain hanya satu, yaitu karena niatnya.
Orang kalau niatnya benar, ikhlas karena Allah, ingin mengamalkan ilmu, ingin menghilangkan kebodohan diri dan mengajarkan pada orang lain tentang ilmu dan kebenaran niscaya dia tidak akan ngantuk-an, akan serius saat pelajaran disampakaian, tentunya setelah paham dia akan berusaha keras mengamalkan ilmunya.

Kurang lebih demikian beliau menjelaskan.

Karena, orang pertama yang dimasukan ke dalam neraka bukan mereka yang mabuk-mabukan, judi, pembunuh, koruptor, atau pezina tapi orang yang terlihat alim dan sholih, yaitu :
Orang yang berperang di jalan Allah supaya dikatakan gagah berani.
Orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Quran supaya dikatakan seorang yang 'alim dan qori.
Orang yang diberi kelapangan rezeki dan harta benda kemudian bersedekah supaya dikatakan dermawan.[2]

Hemb... mari berubah, mari merubah mindset, yaitu yang paling utama, meluruskan niat lillah, kemudian berusaha menghafalkan isi pelajaran, memahaminya dengan baik ketika di kelas, memperbaiki tulisan di buku catatan agar terbaca (karena biasanya tulisan ketika sudah mulai ngantuk tidak bisa terbaca, atau bahkan ada yang tidak mencatat, hal ini harus segera diubah), setelah itu ketika perjalanan pulang bisa dimurojaah di jalan, sambil mengingat-ngingat isi pelajaran, mengulanginya secara kontinyu.
Cara seperti itu tentunya akan memudahkan kita dalam belajar, jadi ketika ada pengumuman ujian tiba-tiba, kita sudah memiliki amunisinya.




Barakallahu fiikum.
Ummu Ukasyah,
Pogung tercinta




Catatan kaki :
[1]. Hilyah Tholabul Ilmi, Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid hafidzahullahu
[2]. Lihat teks haditsnya di HR.Muslim 1905

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib