KETIKA HIJRAHMU BELUM MENDAPAT RESTU
Kisah bocah-bocah yang berjuang menapaki sunnah
dan mendakwahkan tauhid di keluarganya dengan penuh pertentangan dan ujian
bertubi-tubi,tapi ia terus berjuang.
Si Adek mengawali pagi dengan meminta
saran atas ujian yang ia dapatkan, ujian keimanan sebagaimana yang mungkin
banyak anak mengalami, termasuk saya.
Anak yang terlahir dan tumbuh di
lingkungan ngaNU, biasanya setelah diberi hidayah taufik oleh Allah untuk
menapaki jalan sunnah, akan banyak rintangan, cercaan, fitnah bahkan tidak
jarang hampir diusir dari rumah ketika mulai berusaha mengajak orang tua dan
keluarga untuk mengenal tauhid, tugas utama seorang hamba hidup di dunia.
Karena di ngaNU terlalu banyak amalan-amalan ibadah tanpa dalil, khurafat, dan syubhat yang
begitu kuat, bahkan hadits-hadits dhoif dan maudhu pun dipakai untuk
menghalalkan amalan-amalan yang tidak ada tuntunan.
Si Adek mengatakan bahwa ibunya
menginginkan ia bekerja di tempat lain, yang itu harus memakai celana,
menanggalkan jilbab lebarnya dan gamis lebarnya. Tentu ia menolak dengan cara
sehalus mungkin, berbicara pada ibunya tentang prinsipnya, tentang bahwa
bekerja dengan gaji yang tidak terlalu besar, di tempat yang sederhana itu
lebih dari cukup, asal ia tidak menentang perintah dan syariat Allah. Lingkungan
hidup keluarga yang didominasi ngaNU nyatanya memang berat. Jika hanya ujaran
fitnah oleh orang lain yang dia mengatakan :
“kowe
ki ngaji nandi to kok maleh aneh”
“sesat
ngono kui”
“klambi
opo karung goni?”
“iso
ora ganti klambi sing podho karo liane?” padahal baju orang lain yang
dimaksudkan oleh si pencaci, tidak memakai jilbab, kata si adek #senyum.
Mungkin bagi kami, anak yang terlahir
di lingkungan ngaNU sudah biasa, sudah kebal, sudah resisten. Tapi ketika
celaan itu berkaitan dengan masa depan, ancaman diusir, ancaman tidak dianggap
keluarga, ancaman yang sangat-sangat keras dari keluarga, itu rasanya berbeda,
begitu menyayat bukan? Maka benarlah, lingkungan memegang peran begitu besar
terhadap pola pikir manusia.
Tidak hanya berhenti disana, si adek
juga pernah di sidang 2x, diancam dipanggilkan mbah kaum, petinggi atau sesepuh desa, dikatakan
pada keluarga besarnya bahwa otaknya telah di cuci (dalam hati saya, iya dicuci, alhamdulillah setelah ngaji sunnah otak kita dicuci dibersihkan dari fitnah
syubhat dan syirik, diganti dengan tauhid dan sunnah hehe). Dia hendak di
ruqyah, dia ditentang habis-habisan oleh keluarga besarnya karena mempertahankan
gamis dan jilbabnya. Inilah yang mungkin sudah dilewati oleh mereka-mereka yang
menapaki manhaj para salaf ini. Dilewati oleh para remaja yang memutuskan
hijrah belajar tauhid. Setelah melihat akan ada butiran air mau diproduksi
kelenjar mata si adek, kami menutup pembicaraan ini, jam sudah menunjukkan 10.50
WIB
“Sudah sudah, ambil wudhu,
sholat-sholat.”
Satu setengah tahun lalu saya bertanya
lewat kertas di salah satu kajian muslimah
yang diisi Ustadz Sulaiman Rasyid hafizhahullahu, kenapa setelah hijrah semua
ujian datang bertubi-tubi, hingga rasanya ingin menangis jika mengingat, ingin
menyerah ketika hati rasanya tersayat. Tau apa yang beliau katakan untuk menjawab
pertanyaan saya?
Kurang lebih demikian isinya:
“Enak saja, Kalian setelah ngaku
hijrah tidak mau di uji?” mak jleb, mak trothok, ambyar!.
Beliau bacakan 2 ayat pada kami
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.
“Kalian ngaku hijrah, tapi pas pulang
kampung, di rumah bangunnya mesti bangkong, cucian masih ibu yang nyuciin,
nyuci piring masih ibu dibiarin nyuci, beres-beres rumah masih ibu. Mana
perubahan adab dan akhlaq kalian pada orang tua? Kalau sudah hijrah.....seharusnya
ibu itu diperlakukan seperti ratu, semua pekerjaan rumah kalian yang
mengerjakan. Daaaan...kalian harus siap diuji, setiap orang yang mengaku
beriman, mengaku berhijrah menuju jalan Allah harus siap diuji.” Intaha.
Kemudian di hari ini juga setelah
saling menasehati, saling berbagi, ketika membuka sosial media yang pertama
kali muncul adalah postingan Ustadz Ahmad Zaenudin Al-Banjariy hafizhahullahu, tentang, jika kita diberi ujian ditentang orang tua. Intinya harus
sabar, banyak mendoakan orang tua dengan tulus penuh tawakal pada Allah dan
tidak boleh mentaati orang tua dalam hal maksiat.
Kemudian di hari ini juga, salah satu
faidah dari kajian sirah nabawiyyah di Kitab At-Tariq 'Ala Nuril Yaqin,
penjelasan oleh Ustadz Yulian Purnama hafizhahullahu di halaman 33 pada kalimat
فكان هذا الداخل هو
لأمين المأمون عليه الصلاةواسلام
Kisah ini meceritakan ketika
orang-orang Qurays hendak merenovasi kakbah bingung siapa yang berhak
memindahkan hajar aswad, karena di masa jahiliyyah orang-orang qurays sangat
mudah tersulut api peperangan akibat fanatik suku, taqlid buta. Maka
diputuskanlah siapa saja yang masuk ke masjidil haram pertama kali itulah yang
berhak diambil keputusannya atas hajar aswad. Faidah dari ketentuan siapa yang
pertama kali masuk masjidil haram yaitu menandakan bahwa ia orang yang rajin
ibadah, dan atas takdir Allah, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam lah yang
masuk pertama kali. Maka makin setujulah orang qurays, kenapa? karena beliau shallallahu
alaihi wassalam digelari al-amin yang terpercaya dan dapat dipercaya, orang
yang jujur, tidak pernah pilih kasih, tidak berat sebelah ketika memutuskan suatu
perkara, pasti adil dalam menentukan keputusan jika ada pihak yang berselisih.
Tapi, tapi, tapi... apa yang terjadi
ketika Allah memerintahkan beliau shallallahu alaihi wassalam untuk
mendakwahkan tauhid secara terang-terangan? Beliau shallallahu alaihi wassalam
yang sebelumnya adalah orang yang paling dipercaya kaumnya, berubah menjadi
orang yang paling didustakan kaumnya. Dijuluki majnun, tukang sihir, penyair,
bahkan dilempari batu dan diusir dari kampung halamanya. Maka kaidahnya adalah
:
1. Ketika kita mendakwahkan tauhid,
maka harus siap dengan konsekuensi pertentangan ini. Mau sebaik apapun cara
kita berdakwah, mau setinggi apapun ilmu kita, mau sebaik apapun metode dakwah
kita, dan seberapa lembut akhlaq kita, percayalah pasti ada orang yang
menentangmu.
Sampai sini, jadi... untuk kamu yang :
1.
Lahir di lingkungan yang sudah bertauhid, tidak ada pertentangan sama sekali,
maka kamu wajib bersyukur dengan syukur yang banyak karena ujian bagian ini
kamu tidak merasakannya.
2.
Lahir di lingkungan yang belum bertauhid tapi orang tuamu atas rahmat dan
taufik dari Allah, mau menerima hijrahmu, tidak ada pertentangan berarti dan
keluargamu menerima bahkan mendukung hirjrahmu, maka kamu juga wajib bersyukur
atas nikmat ini.
3.
Lahir di lingkungan yang jauh dari tauhid, sunnah bahkan justru bid’ah dan
khurafat yang tumbuh pada dirimu dan keluargamu sebelum kamu mendapat hidayah
taufik dari Allah, ujian dari keluarga besar, lingkungan rumah, bahkan mungkin
hingga diusir dll, maka kamu juga wajib bersyukur. Kenapa? tidakkah kamu ingat
Nabi shallallahu alaihi wassalam pernah bersabda untuk kita “Jika Allah
mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. At-Tabrani). Juga jangan
lupakan balasan suatu amal tergantung effort yang kita lakukan, makin sulit
ujiannya, makin besar pahalanya jika kita berhasil. Satu hal yang pasti Allah
tidak akan menguji hamba diluar kesanggupannya, dan Allah tidak akan pernah
meninggalkan kita. Perbanyak doa, doa, doa.
Mari terus berjuang sebagai pendakwah
di keluarga kita dengan hikmah, sepahit apapun, tetaplah berjuang, kamu tidak
sendiri. Minta pada Allah untuk memberikan taufik pada keluarga. Jikalau hujjah
kita tidak tegak di dunia, berharaplah kelak orang yang mencaci kita di dunia
mengetahui tegaknya hujjah kita ketika di akhirat.
*Tulisan ini didedikasikan untuk si adek dan setiap anak yang berjuang untuk keluarganya. Bukan hanya kebahagiaan di dunia, tapi kebahagiaan di akhirat yang hakiki. Semangat berjuang!
Ummu Ukasyah
Pogung, tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar