USHUL FIQIH PERTEMUAN 6




Hal 48
Pertanyaan : Apakah boleh beramal dengan prasangka dalam memahami syariat, masalah-masalah dalam syariat dan dalil-dalilnya?
a. Pendapat pertama : mayoritas ulama mengatakan “iya”, prasangka kuat dapat dijadikan tolak ukur, karena syariat membangun diatas prasangka sejumlah hukum.
b. Pendapat kedua : dzon ada dua macam,
1.       dzon yg berkaitan dengan takhqiqul manath, maka ini diamalkan. contoh : prasangka qodhi, bahwa saksi itu jujur dalam persaksian. ini sekadar sangkaan kuat qodhi, bukan yakinnya qodhi. karena qodhi tidak punya kemampuan untuk mendapatkan yakin dan qodhi dalam proses tahqiq manath. pada gilirnnya tidak mengapa qodhi beramal dengan prasangka ini, dengan sepakat ulama.
Contoh : Saat ada 2 saksi pencurian, qodhi memutuskan hukum had potong tangan, ini berdasarkan dzon bukan yakin. dan ini dzon dalam tahqiqul manath. Definisi dikatakan pencuri jika ada 2 saksi oleh qodhi itu namaya kegiatan tahqiqul manath.
2.       beramal dengan dzon dalam hal yang berkenaan dengan dalil. contoh : ijma’ dzoni dan qiyas, pendapat sahabat menutup jalan keburukan dll, maka ini adalah dzon yang dapat terjadi pada dalil, maka ini tidak boleh diamalkan. hal ini diselisihi jumhur ulama. beramal dengan prasangka itu dalam banyak masalah/kasus. ada istilah ijma’ dzonni, yaitu ijma’ yang disimpulkan berdasarkan pendapat-pendapat yang ada, setelah dikaji tidak ada perbedaan pendapat.

Hal 49
Matan : Syakk adalah bolehnya dua hal yang tidak ada kelebihan bagi yang satu dibanding yang lain.
artinya syakk adalah kebimbangan diantara 2 hal tanpa ada yang menguatkan salah satunya. Saat datang padamu di suatu pintu, dimungkinkan itu Zaid, dimungkinkan itu Amr, dan tidak kuat salah satu dari 2 kemungkinan, itu disebut syakk. Karena kalau salah satu punya kelebihan dari yang lain, akan berubah dari syak menjadi idrok.

Pertanyaan : Apakah syakk itu terjadi pada syariat dan digunakan sebagai sarana ibadah ?
Jadi sarana ibadah dan terdapat dalam syariat perintah terdapat perintah beramal dengannya.
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS : Al-Maidah 98
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.” QS : Hadiid 17.
 يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” QS : Al-Baqoroh 20
Demikian juga prasangka, terdapat perintah untuk beribadah, dzon juga demikian, ada perintah beribadah dengannya. Oleh karena itu kita menjatuhkan hukuman dengan 2 orang saksi pembunuhan. Ada kemungkinan 2 saksi ini bohong, namun masih ada sangkaan bahwa 2 saksi ini jujur. Dzohiriyah mengatkan bahwa dzon tidak ada dalam dalil syariat, dzon hanya ada di taahqiqul manath, maka kita bermal dengan persaksian saksi, bukan karena persaksisan saksi tersebut dalil syariat. tapi karena dalil yang tegas
وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
“dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu” qs : At-Talaq 2.
Namun jumhur ulama mengatakan dzon itu biasanya pada pokok dalil, kadang pada manath hukum. Oleh karena itu mereka beramal dengan qiyas dan qiyas dalam banyak kasusnya adalah dzonni, meski kita akui sebagian jenis qiyas adalah qothi. Demikian juga mereka bermal dengan pendapat sahabat, wasaddu dhor’i.  Mereka bantah dhohiriyah dengan mengatakan  kalian beramal dengan dalil istishaq (mempertahankan keadaan lama, meski dia qothi di jaman pertama, meski ada di zaman kedua de gan dzonni. Jika konsekuen, maka harus meyakini ada dzon dalam memahami dalil syariat.

Adapun Syakk, bisa jadi manath untuk sebagian kasus, hukum dikaitkan dengannya. Contoh ragu sholat sudah 3 atau 4 rakaat. maka dia katakan dengan yakin, belum sholat kecuali 2 rakaat. maka hukum disini dibangun pada asalnya diatas syakk. Sabda Nabi, shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُسَلِّمْ ثُمَّ لْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ
“Jika kalian ragu dengan jumlah rakaat ketika shalat, pilih yang paling meyakinkan, dan selesaikan shalatnya, sampai salam. Kemudian lakukan sujud sahwi dua kali.” (HR. Bukhari & Muslim)
Maka hendaklah dia buang syakk Maka hukum dikaitkan dengan syakk, dzatnya sendiri memang ada.
Contoh lain : seseorang mengakui sesuatu tapi ragu dengan nominal yang diakui. Apakah itu yang ada dibawah tangannya atau yang bukan. Maka ini memiliki sejumlah hukum syari yang dikenal. ulama fiqih punya rincian. Namun tidak mungkin syakk itu punya madhkhol pintu masuk dalam dalil syariat. Maka dalil yang tidak valid dan tidak mewujudkan kecuali kami tidak menolehnya.

Hal 51
Pertanyaan : apakah syakk itu hukum atau bukan hukum? dan tempat perselisilah diantara ulama ushul fiqih.
Maka yang benar, syakk adalah idrok, pemahaman, tidak mengandung hukum karena dia paham 2 hal yang mirip, yang satu terjadi, yang satu berbeda dengan kenyataan. Maka tidak ada hukum, hanya ada kebimbangan diantara 2 kemungkinan. Sebagian ulama ushul fiqih mengatkan itu hukum, karena meniadakan dari selain orang yang diragukan. Tatkala ada yang datang dari pintu dan tidak tau itu Zaid atau Umar, maka saat itu anda meniadakan kalau ada orang yang ke 3 semisal kholid, sa’id,  dan ditutup dengan yang selainy. Maka diangkat hukum ini dari mafhum yang bisa diankat.

Hal 52
Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqih adalah dalil-dalil fiqih secara global dan cara berdalil dengannya. Qorinah, Maka cara berdalil dalah urutan berdalil dalam urutan mana yang didahulukan mana yang dibelakangkan dan yang mengikuti hal tersebut ketentuan untuk ulama mujtahid.

Penjelasan : Fiqih secara global dan jalan adalah yang mengantarkan pada fiqih. dan jalan ini adalah dalil syari, secara global ini adalah antisipasi dari dalil tafsili (spesifik). dalil spesifik sholat 5 waktu, puasa ramadhan, itu bukan ushul untuk fiqih. Bagian pertama dari berbagai ilmu ushul fiqih yaitu,
1.       al-adillah : pembahasan tentang quran, sunnah dan ijma’ biasa disebut ulama turuqu fiqhi secara global. termasuk dalam masalah ini adalah dalalatul alfad kandungan teks, umum, khusus, dll maka ini turunan fiqih secara global. Boleh juga diletakkan pada macam yang ke-2.
2.       cara berdalil : mencangkup umum, khusus, mutlaq, mukoyyat, amr, nahi dll

Pertanyaan : bagaimana cara membedakan antara dalil ijmal dan spesifik?
Jawab :
Dalil ijmal adalah dalil kulli, global, yang tepat untuk diberlakukan untuk diperlakukan pada dalil parsial atau spesifik yang banyak. Contoh : Al-Quran dalil hadits dan ijma, amr yufidul wujub, Adapun dalil tafsili, mencangkup 1 kasus saja. Misal tegakkan sholat, ini hujjah dan dalil spesifik tentang wajibnya sholat 5 waktu. hanya dalam 1 kasus parsial.
Turuqul fiqhi itu mencangkup 2 hal:
1.       Al-adillah : quran, sunnah ijma
2.       dalalatul alfad : semisal amr maknanya wajib, nahi maknanya haram dll.

Cara berdalil dengan dalil-dalil diatas untuk mendalili suatu hukum, nama lainya yaitu qowaidul istimbat. Bersifat umum atau khusus. atau multaq pada segala sesuatu yang tepat. Sebagaimana dalil itu tidak dalam 1 level yang sama. Mafhum muwafaqoh lebih kuat dari mafhum mukholafah. contoh mafhum muwafakhoh : jangan ucapakan uff pada bapak ibumu. makananya tidak boleh mukul, nempeleng dll. Qiyas qothi lebih kuat dari qiyas dzonny. ini yang dimaksud dengan urutan dalil.

Isi yang ke 3 dari ushul fiqih yaitu ketentuan untuk ulama mujtahid. Terdapat masalah sebagai berikut : apa itu syarat mujtahid, jenis mujtahid, siapa yang boleh atau tidak boleh ijtihad, apakah srtiap mujtahid itu benar, atau ada yang benar dan ada yang salah.

Hal 53
Apakah ilmu ushul fiqih terbatas untuk ilmu fiqih saja?
Jika ditelusuri buku karya ulama ushul fiqih, akan kita jumpai saat mereka menulis buku, mereka mendefinisikan ilmu ushul fiqih,  Mafirah dari sudut pandang rambu-rambu, akan tetapi yang benar adalah ushul itu bisa diterapkan pada semua ilmu syariat, fiqih adalah semua hukum syariat. maka jelaslah yang dimaksud ushul fiqih adalah pondasi semua hukum syariat. bukanlah ilmu ushul fiqih yang berkenaan dengan hukum amali saja, karena kaidah ushul bisa diterapkan pada syariat, dimunculkan darinya hukum dan ilmu fiqih, dan hukum dalam berbagai macam kaidah, dan berbagai hukum dalam bidang tafsir. dan ebrbagai hukum di bidang hadits dll. Diantara contoh : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا QS An-Nisaa 136  “wahai orang-orang beriman, berimanlah kalian”  ada fiil amr, diterapkan pada masalah yang berkenaan dengan keyakinan. demikian juga kaidah apakah yang jadi tolak ukur itu umum atau khusus. diterapkan sejumlah hukum dan ilmu tafsir, ilmu hadits, apakah celaan (jarh) itu lebih didahulukan daripada pujian (ta’dhil) atau sebaliknya, ini adalah bagian dari ilmu ushul fiqih. ini tidak dibangun diatas masalah-masalah hadits.
Kesimpulan : ilmu ushul fiqih tidak terbatas pada masalah fiqih saja,  bisa diterapkan pada semua ilmu syariat. dan sebgain peneliti menyebutkan, sebab dibatasinya ushul fiqih, bahwasahanya mereka berpandagan tidak boleh diambil dari dalil syari, namun hanya diambil dari dalil aqli. dan karena kami harus membangun aqidah, kemudian terbangun diatas akidah tersebut kita mengenal dalil. ini keliru, karena konsekuensi dalil aqidah dalam quran dan sunnah tidak ada timbangannya, sekan-akan Allah telah mengajak kita bicara tanpa ada buahnya, dan ini hal yang sia-sia. Dan Allah tersucikan dari main-main.

Ringkasnya : ilmu ushul fiqih, fiqih disitu bukan hanya dalam arti hukum amali, tapi semua perkara, itu semua perkara butuh ilmu ushul fiqih. baik ilmu hadits, ilmu tafsir, aqidah dll semua butuh ushul fiqih


Hal 55
Bab-bab Ushul Fiqih

Gambaran global apa yang akan dibahas di matan al waraqot. Diantara bab ushul fiqih adalah, pembahasan kalam, amr, nahi, amm, khoss, mujmal, mubayyan, dzohir, muawwal, af’al (perbuatan nabi), nasihk, mansukh, ijma, hadits, qiyas, larangan atau mubab, urutan dalil, tatacara orang yang berdalil, kriteria mufti, orang yang bertanya dan hukum untuk sejumlah ulama, dan ketentuan untuk mujtahid.
Ini seperti muqoddimah yang diletakkan seperti daftar isi yang memuat isi buku. karena perkata menjelaskan pada anda bahwa ushul fiqih terbagi menjadi banyak bab. dan bab-bab ini akan dijadikan penulis unuk setiap bab 1 bagian dan rincian tersendiri, pada saat itu, maka jadilah urutan kitab. Urutan kitab sesuai dengan globab yang telah disebutkan disini.

Hal 56

Macam-macam kalam : kalam terbagi menjadi jumlah ismiyah, jumlah fi’liyah dan terbagi dari sisi hakiki dan majaz,dll.
Amr : perintah dalam bentuk kata-kata, semisal : dengarkan pelajaran. maknanya : inilah tuntutan agar tidak berbuat dan tersibukkan dan tidak mengikuti pelajaran.
Amm : yang mencangkup seluruh anggotanya. contoh : seluruh tholib di masjid ini mengikuti kebaikan
Khoss : kata yang mencagkup sejumlah person tertentu. contoh : kami, sebagian penuntut ilmu berijtihad tapi membatasi diri dengan kertas, pena dan buku catatan dan memberi catatan tambahan pada buku mereka.
Mujmal: dalil yang tidak boleh diamalkan secara dzatnya secara murni. sebagaimana firman Allah taala (berikan kewajibannya pada hari penanamanya)
yang dimaksud hak nya adalah suatu yang global. kitak tidak akan berkomentar sampai ada dalil yang menjelaskannya.
mubayyan : orang yang memperjelas yang globab
Dhohir : kata yang menunjukan 2 makna yang salah satu lebih menonjol dari yang lain.
Muawwal : yang dibelokkan dari makna dzohirnya dari makna yang dekat menuju makna yang rojih yaitu makna yang jauh.
Af’al : apakah perbuatan nabi dan sahabat teranggap hujjah atau tidak.
nasikh : teks yang menghilangkan hukum teks sebelumnya
Mansukh : teks yang dihilangkan hukumnya atau bacaanya dihilangkan.
ijma : kesepakatan umat Muhammad  shallallahu alaihi waasallam pada suatu hukum tertentu.
akhbar : carita atau hadits dari Nabi atau para sahabat baik yang bersifat mutawatir ataupun ahad.
Qiyas : menggabungkan cabang dengan cabang yang baru dengan permasalahan yang terdapat dalam nash.
alhatu wal ibahah : apakah hukum asal segala seuatu sebelum datang syariat itu mubah atau haram. Ada 2 pendapat.
tartibul adillah : dalil mana yang ahrus di depan atau dibelakang.

diskripsi orang yang boleh memberikan fatwa dan tidak boleh.
mustafti : penuntut ilmu yang mencari fatwa
mujtahidin : siapa yang boleh berijtihad, dan apa hakikatnya.



BAB 1 Hal 56
MACAM-MACAM KALAM

bagian-bagiannya bervariasi, dan berbilang, yakni bisa terbagi pada dzatnya.
Apa itu kalam? suara dan huruf berupa ucapan dalam masalah tersebut, dan bukan termasuk kalam adalah kata hati yang tersimpan dalam jiwa, harus berfaidah, mengetahui maksud penutur cukup dengan mendengarkan. Kalau tidak diucapkan bukanlah kalam.
Terdapat dalil baik dari quran, sunnah maupun perkataan orang arab. Jika orang menyembunyikan suatu pesan dan tidak berbicaramaka dia tidaklah berbicara.
Firman Allah kepada Maryam
فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". QS. Maryam 26

Maka setelah bernadzar, Maryam datang dengan anaknya kepada kaumnya, dan dia berisyarat saja tanpa berkata. Akan tetapi Maryam telah melanggar sumpahnya, dikarenakan dia telah meletakkan makna-makna tersebut. Sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم
Sungguh Allah memaafkan bisikan hati dalam diri umatku, selama belum dilakukan atau diucapkan“
Maka dibedakan kata hati dan kalam. Dalilnya QS at-taubah 6
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ
Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah
Tidak disebut kalam kecuali diucapkan atau dengan syarat semisal “aku katakana di dalam hati..” dalam rangka majaz.
Tidak sah mengatakan “aku telah berbicara”
*Ini panjang lebar membantah asyariyah yang mengatakan bahwa kalam Allah adalah kata batin, ahlu sunnah. Firman Allah ada 2,ada kalam nafsi dan kalam lafzdi.

Hal 58
Matan : minimal unsur pembentuk kalam adalah 2isim, atau isim dan fiil, atau isim dan huruf atau huruf dan fiil.
Pembagian yang dilakukan oleh pakarnya jauh lebih baik (penulis merupakan pakar nahwu).

Juwaini dikenal asyari, tapi di kitabnya beliau menyelisihi asyari. Beliau mengatakan minimal penyusun kalam adalah 2 isim. Asyairoh kalam adalah pesan kejiwaan, menjadikan pesan dan huruf sebagai kalam. Isim setelah fiil termasuk suara dan huruf.
Sehingga diragukan apakah al waraqot tulisan al juaini atau bukan. Salah satu alas an yang mendebat karena aljuwaini dikenal asyari tapi di syarah beliau tidak ada corak asyari. Bisa juga isim dan fiil , atau isim dan huruf yaitu minimal pembentuk kalam. Disebut sibhul jumlah. Tidak disebut jumlah yang sempurna kecuali adanya sibhul jumlah. Contoh fil bait. Itu tidak disebut kalam karena tidak bias dipahami makna dzat sampai ditambah yang lain, tapi bias diangaap kalam jika disandarkan pada yang lain.
Dan diantara maknanya,  ‘penanya’ takdirnya ‘ini penanya’.  Disisi yang lain, hak pada fii kolamihi bukanlah huruf tapi isi, karna bagian dhomir dan dhomir itu isim bukan huruf. Atau minimal huruf dan fiil, contoh dhorobahu. Fail dhoroba tidak disebut, takdirnya fulan. Kesimpulan, sebagian hal disebut kalam atau huruf, sedangkan pakar nahwu tidak disebut huruf, karena ini huruf. Tidak perlu diperselisihkan.


Ustadz membuka sesi tanya jawab. maasyaAllah…

Hal 36 dalam kitab
1. Naqidul haram wajib dan naqidul wajib haram?
Beda naqid dan dhid. Naqid saling menggantikan, hidup-mati, diam-gerak,
Maka haram sama qajib itu naqid. Karena meninggalkan yang haram itu wajib, meniggalkan yang wajib itu haram.
Dhid, berkebalikan nemun tidak harus saling menggantikan, hitam-putih.
Wajib dan mandhub itu bukan naqid, tapi dhid.

Kalimat pertama mengatakan haram-wajib itu naqid di satu sisi itu betul karena saling menggantikan. Missal meninggalkan zina itu wajib, meniggalkan wajib itu haram. Tapi disisi lain bias jadi 2 hal yang berbeda. Missal haram itu zina, wajib itu sholat 5 waktu. Minggalkan zina itu wajib. Sedangkan sholat  5 waktu itu wajib, meninggalkannya haram. Saling menggantikan.
Tapi jika di contohkan, meninggalkan zina tidak selalu melakukan yang wajib, missal tidak zina karena sibuk ngaji, sibuk ngehafal, sibuk kerja, sibuk olahraga dll. Tidak zina itu wajib, namun hal-hal yang dilakukan  untuk tidka zina itu tidak semua memiliki hokum wajib. Missal sibuk belajar ushul fiqih itu sunnah, sibuk kerja hukumnya mubah. Dll.

2. Pertanyaan si akhwat imut wwkw :
Minta dijelaskan tentang ilmu dhoruri, dan ilmu dhoruri bukan hasil manusia.
Jawab :Ilmu dhoruri tidak perlu renungan, berfikir, cari dalil dll. Ilmu dhoruri ada 2:
1. hasil indra
2. berita mutawatir
Kebalikan ilmu dhoruri itu ilmu nadzori, tapi di matan dipakai muktasab. Nah istilah muktasab ini bias jadi akrena terpengarauh aqidah asyariah karena konsep kasab. Jadi lebih baik itu pakai ilmu nadzori saja bukan ilmu muktasab. Kalua nadzori itu disebut kasab, dianggap ilmu dhoruri bukan usaha manusia.
Bolehkan kita katakana ilmu dhoruri itu bukan hasil usaha manusia. Jawabanyya ada 2.  (hal 43)
1. boleh, ilmu dhoruri bisa haq
Ilmu dhoruri bukan usaha manusia jika maknanya kandungan  ilmu itu tanpa usaha, 1+1=2. Tanpa mikir. Api itu panas. Jika ilmu dhoruri dengan pengertian ini maka boleh, benar
2. tidak boleh, ilmu dhoruri bisa bathil
Kalua diaktakan ilmu dhoruri bukan usaha manusia tidak boleh saat sudah ada sebelum Allah ciptakan kita, sejak dulu kita sudah tau. Maka ini tidak betul. Jika kita tau sejak pertama kali tanpa pakai dalil, karena ilmu dhorui pun awalnya juga pakai dalil. Contoh es itu dingin diawalai karena tangan pernah menyentuh, setelah itu terpatri di otak bahwa es itu dingin.  Beda kalua kita sejak bayi sudah tau esitu dingin, itu tidak benar.
Nah kalau kita bilang ilmu kasab/nadzori itu usaha manusia bisa jadi ilmu dhoruri itu bukan usaha manusia nah ini yang salah.


3. Pertanyaan : Apa beda sebab, illah, dan syarat?
Jawab : hal 31
Contoh, syarat sah sholat : wudhu, sebab adanya kewajiban sholat dhuhur : matahari geser ke barat.
Contoh : sebab adanya kewajiban zakat : sampainya nishob, syarat wajib bayar zakat : sudah genap 1 tahun.
Illah nya ema situ kena wajib zakat karena ia harta potensial untuk berkembang.







Note :
Masih banyak kesalahan penulisan dan isi. Mohon merujuk pada kitab asli dan rekaman aslinya.
Semua rekaman kajian Mahad Ilmi bisa diakses di :
Link PDF free download, share dan cetak

Jika ingin menambahkan atau mengoreksi silahkan tulis di kolom komentar  atau bisa kirim di email.
Jazaakumullahu khayraan wa barakallahu fiikum.
Semoga bermanfaat

Pogung, Jogja tercinta
Ummu Ukasyah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib