Ilmu Adalah Sarana
ماذا عمل به؟




Pertanyaan : Apa nasihat bagi orang yang sudah rajin ngaji tapi hobby nonton film, drama korea dll?
Jawaban Ustadz Aris Munandar hafizhahullahu : Maka itu naqs, dan itu pertanda bagian dari tidak mengamalkan ilmu. Dan tentu orang itu bertingkat-tingkat dalam mengamalkan ilmu, tentu dia menyadari boleh jadi di film tersebut ada kemusyrikan, ada sihir, apalagi kemudian filmnya film kartun kartun jepang dan temen-temennya, ada kantong ajaib Doraemon, itu kantong sihir.
Maka tentu banyak kemungkaran, gambar perempuan, dan adegan-adegan yang lainnya. Dan itu semestinya jika sudah rajin ngaji, banyak ngaji, tentu tau hal itu. Maka hal ini menujukan bahwasanya tidak semua ilmu itu nafi’. Nafi’ itu, ilmu yang membuahkan amal, jika tidak membuahkan amal maka ilmunya tidak bermanfaat. Dan tentu Nabi mengajari kita untuk berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat dan jiwa yang tidak pernah meras puas dengan hal yang halal.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ
“Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar (tidak dikabulkan).”[1] 

Kemudian kita mohon pada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” [2] 
Maka patut direnungkan oleh semua pihak, bahwa ilmu itu bukan tujuan, ilmu itu sarana. Tujuannya, ghoyahnya adalah amal.  Dan yang akan ditanyakan Allah pada kita semua adalah ilmu yang kita dapatkan di pengajian, dari baca buku, dari status medsos kawan dll yang mengandung muatan ilmu, akan Allah tanyakan pada kita, 
ماذا عمل به؟
Allah tidak akan tanyakan “apa saja yang telah kamu ketahui.” Tapi Allah akan tanyakan “Apa yang telah diamalkan, dan seberapa yang telah diamalkan”

Intaha sekian kutipan pertanyaan dan jawaban  dari Ustadz Aris Munandar hafizhahullahu.


Dari seorang kakak, saudari, serta beliau adalah pengajar Bahasa Arab pertama saya di MUBK, -semoga Allah berkahi  hidup dan jaga beliau dimanapun beliau berada-, beliau mengatakan :
“Betapa banyak pahala dan kebaikan yang didulang oleh si penanya dengan sebab pertanyaannya kepada Ustadz (di atas).” Semoga Allah memberkahi hidup si penanya.
Beliau hafizhahallahu juga mengatakan :
 “Bertanya di majelis ilmu adalah salah satu adab penuntut ilmu yang baik (tentu dengan cara yang baik pula). Terlebih jika dihadiri banyak jama’ah. InsyaAllah akan menyebarkan manfaat dan kebaikan dan menyulut kesadaran pada orang lain yang ternyata memiliki masalah sama, tapi belum tahu hukum/tidak sadar/malah lalai. Hanya Allah yang memberi taufik.”

Intaha.

Kawan-kawan, mahalu syahid atau inti dari apa yang saya tuliskan di atas adalah tentang ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membuahkan amal, ilmu yang membuahkan rasa takut pada Allah, yang membuat kita berusaha jadi manusia yang betakwa, dimanapun kita berada. Kemudian seketika terfikirkan, tanggungjawab dan konsekuensi seseorang yang berstatus Mahasantri, di Jogja apalagi. Bada subuh hingga bada isya’ di Jogja berisi ilmu, boleh jadi kita dimudahkan Allah setiap hari, iya setiap hari, 7 hari dalam sepekan ngaji, entah Bahasa Arab, Tahsin, halaqoh quran, hadits, doa, matan, ngaji di Ma’had, dll ternyata konsekuensinya seberat itu. Apakah ilmu yang kita dapatkan sudah bisa teramalkan semuanya? Apakah kita telah berusaha sungguh-sungguh mengamalkan itu? Ya Allah, kami berlindung dari sifat malas dan menunda-nunda. Wallahi, isi nasihat yang kita dapatkan dari Ustadz di atas begitu berat, begitu menusuk, begitu menakutkan.

Kawan-kawan, dalam hadits arbain ke 23 kita juga telah ketahui apakah kelak Al-Quran itu dalah hujjah yang membela kita, atau hujjah yang akan menuntut kita.
"......وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ،....."
"Al-Qur’an adalah hujjah yang membelamu atau hujjah yang menuntutmu" [3]
Apakah kelak ilmu yang kita dapat dari ngaji hampir setiap pagi dan sore hari, ilmu dari buku-buku yang kita beli yang mungkin lebih banyak mangkrak di rak buku kita daripada diulang-ulang membacanya.

Betapa banyak rekaman kajian yang belum didengarkan akibat datang terlambat, tertidur lelap atau tidak berangkat. Betapa banyak pelajaran nahwu-shorof yang sedikit demi sedikit mulai kabur, tasrif- wazan yang mulai hilang, akibat kita yang tidak memurojaahnya. Betapa banyak hadits-hadits yang kita lupa siapa yang meriwayatkannya, derajat haditsnya bagaimana. Belum lagi keinginan jiwa yang ingin terus rebahan diatas kasur, tangan dan mata yang ingin terus scrool layar 5 inch. Ya Allah, kami berlindung kepadamu dari kejelekan jiwa kami. Ya Allah selamatkan kami dari keburukan jiwa kami.

Dan yang terakhir, yang membuat saya belajar lagi, apakah sesi tanya jawab adalah hal yang tidak penting sehingga mungkin banyak diantara kita yang tidak mendengarkan, lebih-lebih lagi membuat majelis sendiri, akhirnya apa? rugi besar tidak tahu apa yang guru kita jelaskan dari sebuah pertanyaan yang diajukan. Mungkin bisa saja pertanyaan tersebut tidak terlalu penting bagi sebagian orang, atau sudah tau jawabanya, tapi bagi sebagian yang lain, mereka menunggu-nunggu Ustadz menjawab pertanyaanya, ia menunggu fatwa atas hal yang membuatnya bingung.

Maka untuk saya pribadi dahulu : belajar diam, sebagaimana ketika materi kajian disampaikan, tidak ada bedanya materi dan sesi tanya jawab, semuanya mengandung ilmu yang banyak. Maka tolong tegur saya bagi kawan-kawan yang tahu saya mulai “tawadhu” alias “ndingkluk”,  menunduk akibat kantuk, atau ketika saya mulai mengajak ngobrol berlebih, ketika saya mulai asyik dengan Hp, tolong ingatkan saya.

Maka benarlah, rugi serugi-ruginya, dia yang terlalaikan dari ilmu dan sibuk dengan dirinya sendiri, bermudah-mudah dalam ilmu tapi lalai dalam beramal, dan tentu rugilah dia yang memilih melanjutkan tidurnya daripada ikut pengajian dan berusaha mengamalkan apa yang ia dapat di pengajian.

Barakallahu fiikum.




1 Jumadal Tsaniyyah 1441H
Faidah sesi tanya-jawab kajian kitab Qowaid Tauhid,
Oleh Ustadz Aris Munandar hafizhahullahu
Masjid Al-Ashri Pogungrejo





Catatan kaki
[1]. HR. Abu Dawud no. 1548, An-Nasa’i no. 5536, dan Ibnu Majah no. 3837. Hadits ini shahih.
[2]. HR. Ibnu Majah, no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3]. HR. Muslim no 223


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib