Keputusan Akhir ada pada Wanita
Pasal Sifat Istri Sholihah (Kitab
hal 30-42)
Review
sedikti pelajaran sebelumnya..
Jika
kita telah siap untuk menikah, maka hendaklah kita memilih wanita yang
memiliki sifat yang baik, memiliki agama
yang baik, jangan hanya berorientasi pada dunia, kecantikan dan kemuliaan
nasabnya saja.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan ketika memilih calon istri :
1.
Hendaklah memilih yang engkau “berfirasat”
dia wanita yang taat.
Kenapa menggunakan kata “berfirasat”?
ini sudah kita bahas di postingan sebelumnya InsyaAllah. (Bisa baca di sini : https://at-tadzkirah.blogspot.com/2019/12/bukan-tentang-siapa-tapi-tentang-apa.html )
Makna taat yaitu, taat pada aturan Allah dan Rasul ﷺ, sehingga dia akan tahu
bahwa setelah itu dia wajib taat pada suaminya, kecuali dalam hal maksiat, hal
yang haram.
2.
Hendaklah memilih yang engkau
berfirasat dia wanita yang hafidzat, menjaga diri, baik saat suami ada atau
tidak ada.
Makna wanita yang menjaga diri yaitu dia jaga kehormatannya, dia
tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
Di zaman ini menjaga diri bisa dengan cara dia tundukkan pandangan pada
laki-laki non mahramnya, dia jauhkan diri dari chatting pada laki-laki
non mahram, dia jaga jempol dari comment di sosmed, dia tidak mau
boncengan dengan yang tidak halal dengannya, apalagi pacaran, dan yang lebih
parah lagi, dia tidak akan mau di ajak berzina. Wallahi sangat sedih rasanya,
jika saya dapati ada kawan yang saya kenal, kemudian namanya terpampang di
kolom komen paling atas di sebuah akun. Baik itu akun Ustadz, akun dakwah
lebih-lebih akun personal milik lawan jenis. Ada rasa cemburu tersendiri,
kenapa, karena secara tidak langsung itu menampakkan diri, bisa jadi orang klik
nama akun tersebut, kemudian penasaran, kemudain timbul penyakit di hatinya dll.
Wanita adalah fitnah, bagi saya pribadi sebaik-baik like, comment pada akun lawan jenis
lebih-lebih bukan ustadz dll itu dengan mendoakan. Hafidzat ( wanita yang terjaga), adalah dia
yang berusaha disiplin dengan aturan Allah sehingga Allah akan menjaganya.
3.
Hendaklah memilih yang engkau
berfirasat dia wanita penyayang, cinta pada suaminya.
Maknanya, memilih wanita yang memiliki prinsip bahwa ridho suami
adalah cita-cita terbesarnya.
4.
Memilih gadis
Mendahulukan memilih gadis dahulu daripada janda karena ada beberapa
faidah menikahi seorang gadis, gadis itu ...
a.
Benar-benar mencintai suami
pertamanya, karena karakter umum wanita dia akan merasa nyaman dengan
cinta pertamanya (suami pertama).
Sedangkan janda bisa jadi tidak senang pada beberapa hal yang ada pada suami
yang sekarang. Perlu diingat, merasa
nyaman dengan cinta pertama tidak berlaku untuk yang pernah pacaran, apalagi
bolak-balik ganti pacar, cintanya sudah tidak sebagaimana mereka yang tidak
pernah pacaran. Ustadz Aris hafizhahulahu menjelaskan demikian.
b.
Maksimal memberi cinta. Wanita itu
ketika dia sudah jatuh cinta, dia akan sangat menyayangi, sangat setia, betapa kita
lihat banyak janda yang mampu untuk
tidak menikah lagi hingga tua karena cinta pada suaminya meskipun sudah
ditinggal mati lama.
c.
Wanita rindu dengan laki-laki yang
pertama kali dia cintai, akan selalu terkenang.
5.
Makruh menikahi wanita yang mandul
6.
Hendaklah memilih wanita yang
terjaga, mulia, punya ‘iffah, yang ketika suami pergi, dia akan menjaga
kehormatanya dan kehormatan suaminya.
Maknanya, terjaga baik dirinya atau kemaluannya, artinya dia bukan
pezina. Terjaga di zaman ini boleh jadi dengan menjaga diri dari pandangan
laki-laki ajnabi, tidak upload foto di sosmed, tidak bermudah-mudah ngobrol,
khalwat (berduaan dengan laki-laki ajnabi), dll. Menjaga kehormatan suaminya
dengan cara tidak memasukan tamu/orang lain ke dalam rumah suami tanpa seizin
suami.
7.
Memilih wanita yang berilmu, berakal
daripada hanya cantik saja.
Kisah ini datang dari Imam Ahmad rahimahullahu, beliau
ketika hendak meminang gadis, ada 2 gadis kakak beradik, yang satu matanya buta
sebelah, yang satunya lagi cantik tanpa cacat. Maka beliau tanya, “Mana di
antara keduanya yang lebih berakal, lebih mendahulukan akal?” Jawabanya
adalah yang buta sebelah matanya. Maka beliau memilih menikahi yang lebih
berakal, yang lebih mendahulukan akal daripada perasaan, yang tidak mudah baper,
meski ada kekurangan fisik padanya. Karena laki-laki tidak suka berurusan
dengan perempuan yang terlalu mudah baper, ribet urusannya nanti kalau
sedikit-sedikit baper. Ustadz Aris hafizhahulahu
menjelaskan demikian.
Hukum menikahi pezina :
Hukum asalnya
tidak boleh menikahi pezina, baik zina 1x atau berkalai-kali. Kecuali jika dia
telah bertaubat sungguh-sungguh maka boleh menikahinya.
Ada faidah yang
bagus tentang hukum menikahi pezina ketika dia hamil. Dijelaskan oleh Syaikh
Musthofa Al-Adawi rahimahullahu dalam menafsirkan QS, An-Nuur dalam
bagian tanya jawab, apakah boleh menikahi wanita zina dalam keadaan dia hamil ?
Tidak boleh,
sampai dia melahirkan. Mengapa? agar tidak tercampur nasabnya.
Penjelasan
ini hanya terkait boleh tidaknya menikahi, tidak membahas anak hasil zina, wali
anak zina dll.
Faidah
yang tidak kalah bagusnya, dan ini membuat muslimah malu, kaget dan tertunduk
dalam :
Tafsir
QS. An-Nuur ayat 2 :
سُورَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيهَا آَيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (1) الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (2)
“(Ini adalah) satu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur: 1-2)
Mengapa perempuan disebutkan
terlebih dahulu dalam hal zina daripada laki-laki, sedangkan dalam hal kasus
pencurian, laki-laki disebut dahulu. Syaikh Mustofa Al-Adawi rahimahullah
memberikan 5 faidah, penjelasanya :
1. Perempuan yang mendorong terjadinya
fitnah dan zina.
Perempuan yang tabaruj, pakaianya dibagus-baguskan, dibuat seksi,
benar pakai jilbab tapi atas bawah ketat, jilbab dibuka, tidak menutup dada,
sama saja. Memaniskan kata-kata, perempuan cenderung berbicara manis, manja,
dibuat-buat agar diperhatikan, mendesah-desah. Berlenggak-lenggok ketika
berjalan, memakai parfum yang semerbak. Orangnya sudah jauh bermeter-meter
baunya masih ketinggalan di tempat. Semua adalah pintu-pitu menuju zina, dan
apapun yang bisa mendekatkan pada zina adalah terlarang. Ya Allah kami
berlindung dari sifat wanita-wanita jahiliyyah yang demikian.
2. Perempuan yang mempersilahkan
terjadinya zina.
Perempuanlah yang memulai terjadinya zina dengan segala hal-hal
yang mendorong sayahwat. Kemudian baru direspon oleh laki-laki yang rusak hatinya.
Ibaratnya laki-laki itu hanya mengetuk-ngetuk pintu, yang punya kunci untuk membuka pintu
adalah perempuan. Laki-laki hanya menggoda, merayu, mengajak, sedangkan
keputusan akhir itu ada pada perempuan, mau atau tidak diajak zina. Kalau perempuan
tidak mau, tidak akan ada zina.
3. Syahwat perempuan lebih dominan.
Syahwat biologis pada perempuan lebih dominan, maka perempuan harus
mengendalikan syahwat jima’nya. Oleh sebab itu wanita dianugerahi rasa malu, dengan
rasa malu itulah wanita yang menjaga kehormatannya akan tidak enak, malu,
benar-benar malu ketika terlihat ajnabi, malu membicarakan hal-hal tabu, dan
malu-malu yang lain. Maka, jika seorang perempuan itu sudah mau dizinai, artinya sudah tercabut, sudah hilang semua rasa
malunya. Jika diajak zina saja sudah mau, kemungkinan besar semacam pegang
tangan, bercumbu, dan hal-hal yang lain, dia sudah pernah melakukannya. Nasalullaha
salamah wal ‘afiyah. Allahummaj’alni imroatus shaalihat, qonitat, haafidzat.
4. Sisi sosiologis
Dahulu di zaman turunya Quran, zina banyak terjadi pada perempuan.
Bisa 1 perempuan berzina dengan 10 laki-laki. Pelacur zaman dahulu memasang
bendera khusus di depan rumahnya sebagai tanda bahwa dia adalah pelacur dan
melayani zina.
Ustadz Aris hafihzahullahu pernah menjelaskan :
“Zaman sekarang sudah seperti kembali ke zaman jahiliyyah, bahkan
lebih buruk.” Contohnya : zaman dulu untuk membedakan manusia berakal dan
hewan, untuk meninggikan kehormatan manusia, untuk menjaga martabat manusia, islam
datang dengan membawa syariat wajibnya menutup aurat bagi laki-laki dan
perempuan. Wajibnya perempuan menutup seluruh tubuh, ingat, seluruh tubuh,
kecuali muka dan telapak tangan. Jadi, kaki seluruhnya adalah aurat, wajib
ditutup. Sedangkan zaman sekarang banyak wanita mengumbar aurat, baju
dikecilkan, pakai celana ketat, disobek-sobek, kurang kain, pakaian adiknya
dipakai dll. Justru yang menggunakan jilbab syari dicela dan dikatakan radikal.
-Moga Allah senantiasa beri kita hidayah taufik-
Zaman dulu pezina tinggal di rumahnya, pasang bendera kecil sebagai
tanda dia seorang pelacur. Nah, zaman sekarang, promo menjajakan diri di semua
media sosial, mempromosikan dirinya sebagai pezina terang-terangan, bahkan
hingga pasang tarif. ini ada yang lebih parah lagi, bahkan ada yang rela tidak
dibayar, cuma-cuma. Siapa itu? wanita yang mau dipacari, kemudian bersedia dizinai,
dengan alasan katanya kalau ada apa-apa siap menikahi. Nyatanya apa? setelah
tau pacarnya hamil, langsung ditinggal pergi.
5. Hasil dari zina itu lebih terlihat
pada perempuan.
Dampak yang dihasilkan dari zina sangat merugikan perempuan, karena
dialah yang akan hamil, sedang laki-laki masih bisa mengaku perjaka, bisa kabur,
atau tidak mengakui. Sedang perempuan dia harus mengandung, menanggung malu
dll. Oleh sebab itu Allah muliakan perempuan, Allah turunkan ayat agar menjadi
peringatan keras. Itu menujukan bahwa
wanita harus ditutupi, dijaga, dimuliakan, karena wanita terlalu berharga.
Faidah Kajian Kitab Adabul Khitbah wa Zifaaf
Setiap Jumat pagi di Mushola Al-Ikhlas Sendowo
Bersama Ustadz Aris Munandar hafizhahullahu
Barakallahu fiikum
Pogung, 7 Jumadats Tsaniyah 1441H
Al-fakirah ila 'afwi rabbihaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar