شرخ الورقات في أصول الفقه
Syarh Waraqat fii Ushulil Fiqh


Diambil dari

Kitab Syarah Waraqat fii Ushulil Fiqh
Karya Syaikh Sa’ad bin Nashir Ats-syatsri rahimahullahu


Dibahas oleh guru kami
Ustadz Aris Munandar S.S, M.PI
hafizhahullahu

Di kajian rutin Ma’had Ilmi
Jumat, 27 Jumadats Tsaniyyah 1441H
Pertemuan ke-2 Semester II
Mulai halaman 120

Masjid Pogung Dalangan
Pogung Dalangan, Sleman, Yogyakarta



Ditulis oleh :
Team Transkrip

Diterbitkan oleh :
At-tadzkirah.blogspot.com


TRANSKRIP MA’HAD AL-ILMI YOGYAKARTA 1441 H
USHUL FIQH
PERTEMUAN 2
JUMAT, 27 JUMADATS TSANIYYAH  1441 H / 21 FEBRUARI 2020

Lanjutan Bab Naskh hal 120
Dan dalil yang menghapus itu belakangan dari yang dihapus.

Kalimat ini mengisyaratkan salah satu syarat naskh yaitu khitob an naskh (dalil yang menghapus) itu belakangan dari yang dihapus.

Contoh naskh :
1.      Di awal islam Allah memerintahkan qiyamul lail, hal ini valid dari dalil syari yang lebih dulu. Setelah itu turunlah firman Allah
عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُم
“Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu” QS Muzammil 20
Ini dalil baru yang menunjukkan diangkatanya hukum perintah wajib sholat malam. Jika tidak ada dalil baru, niscaya hukum yang dulu wajibnya sholat malam masih ada.
2.      QS AL-Anfal 65
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ ۚ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”

 Allah wajibkan kaum muslimin jika bertemu 10 orang muslim wajib meningkatkan kesabaran, Allah haramkan dia lari dari medan pertempuran. Lantas turunkan firman Allah :
الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ Arab-Latin: Al-āna “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” QS Al-Anfal 66
Ada keringanan jika bertemu 2 orang musuh di medan perang boleh kabur.

Dalam naskh dalil yang menghapus harus mandiri, bukan yang menyatu dengan dalil yang mau di hapus, tidak di waktu bersamaan. Jika turun di waktu bersamaan ini bukan naskh tapi istidrokh (perbaikan/koreksi)
Contoh istidzrokh :
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad” QS An-Nisaa 95

Tidak sama orang yang duduk dan berjihad, kecuali orang yang punya uzur. Ini bukan naskh, karena ini turun dalm 1 dalil, 1 ayat.
Contoh istidzrokh lainya:
Hadits : “ampunan bagi orang yang mati syahid, diampuni semua kecuali hutang, karena jibril mengabariku baru saja” HR Muslim 1885

Naskh ada dalam syariat secara realita dan boleh secara akal. Bukan alasan untuk mencela syariat karena nashk itu ditetapkan berdasarkan adanya maslahat. Karena bisa jadi hukum itu masalahat di satu zaman dan tidak maslahat di zaman lain. Dalil bolehnya nashk :
a.      Al Baqarah 106
ا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.”
b.      An Nahl 101
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.” An Nahl 101
c.       Kesepakatan umat, sebagain hukum syariat dihapus meskipun hukum asal dalil muhkamat (tidak terhapus selama tidak tidak terdapat dalil yang menunjukkan naskh). Muhkam kadang kebalikan mutasyabihat, tapi kadang juga kebalikan dari mansukh.


Pertanyaan : Apakah ada naskh  dalam kalimat berita?
Jawaban :
·         Jumhur : tidak ada naskh kecuali dalam hukum. Di surah QS An-Nisaa 95 adalah berita dan bukan hukum. Jumhur ushuliyyin tidak menganggapnya naskh.
·         Sekelompok ulama ushul fiqh : tidak ada naskh dalam berita, karena naskh berkonsekuensi mendustakan Allah dan Rasul.Meski kadang terjadi takhsis akan tetapi berita tentang masa depan boleh jadi terjadi naskh. Dalilnya QS Al Baqarah 286.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” QS Al Baqarah 286.



Ayat ini menghapus ayat sebelumnya QS Al Baqarah 284.
وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ
“Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” QS Al Baqarah 284.
Ini pendapat Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dan sejumlah ulama.


Boleh dihapus tulisan namun masih ada hukumnya, atau dihapus hukum tapi masiha da tulisan.
Boleh jadi selain keduanya, dihapus ada gantinya, dihapus dan diganti dengan yang lebih berat, dihapus dan diganti dengan yang lebih ringan.
Penjelasan :
Kaitan naskh dengan tulisan atau hukum. Rosm adalah teks ayat dan hadits, hukum itu kandungan nash syari baik quran maupun hadits.

 Ada 3 macam naskh :
a.       Nashk tulisan dan hukumnya masih ada.
Ada penghapusan ayat dan bacaanya, namun hukum tetap ada. Contoh : pezina yang muhson (sudah perah menikah/melakukan hubungan badan) wajib dirajam. Tulisannya dihapus, maka tidak lagi ada, tapi hukumnya masih ada. Ini sepakat ulama
b.      Dihapus hukum dan masih ada tulisan.
Contoh : QS An Nisaa 15
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا Arab-Latin: “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” QS An Nisaa 15

Allah wajibkan memejarakan pelaku zina untuk dipenjara di rumah sampai jelas keadaan. Lalu di hapus dengan ayat Allah QS An Nuur 2.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera” QS An Nuur 2

Hukuman penjaara rumah dihapus dan diganti dengan hukuman cambuk. Ayat awal tetap ada tulisan dan bacaan, tapi hukunya tidak ada.

Contoh : QS Al Baqarah 240
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).” QS Al Baqarah 240

Allah waibkan istri yang ditinggal mati suami 1 th untuk menahan diri, lalu di ganti dengan ayat QS Al Baqarah 234
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.” QS Al Baqarah 234

c.       Dihapusnya hukum dan tulisan
Contoh :
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim). (Fatwa SyAIkh Abdul Aziz bin Abdulullah bin Baz dalam Fatawa Ulama Baladil Haram: 505)
Hukum 10x persusuan dan lafadznya semua sudah dihapus.


Macam-macam naskh ditinjau dari ada gantinya atau tidak :
a.       Dihapus kemudian ada gantinya.
Contoh : dihapus  masa idah wanita yang ditinggal mati suami 1th, diganti menjadi 4 bulan 10 hari.
b.      Dihapus, kemudian tidak ada ganti.
Contoh : diwajibkan bagi yang mau konsultasi/ berbisik-bisik dengan Nabi, maka dia dahulukan bersedekah dahulu. Kemudian hukum ini dihapus, sehingga yang ingin berbisik-bisik dengan Nabi boleh tanpa sedekah, dalilnya di QS Al Mujadilah 12-13
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (12) أَأَشْفَقْتُمْ أَنْ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (13) }
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pem­bicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik dan lebih bersih; jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul­Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS Al Mujadilah 12-13
c.       Dinaskh kepada yang lebih berat.
Contoh : puasa di awal islam, dulu puasa wajib itu puasa asyura saja, kemudian hukum  dihapus dengan ganti wajibnya puasa 1 bulan penuh di bulan ramadhan, barangsiapa tidak ingin puasa silahkan namun  di ganti memberi makan. Ini syairat awal, disebut wajib mukhoyyar (wajib yang boleh milih). Allah berfirman di QS Al Baqarah 184
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” QS Al Baqarah 184

Kemudian hukumnya dihapus dengan QS Al Baqarah 185
ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” QS Al Baqarah 185
Allah yang mewajibkan puasa ramadhan untuk setiap orang.

d.      Dinaskh kepada yang lebih ringan.
Contoh : sholat awalnya 50x jadi 5x sehari semalam.

Bolehnya menaskh ditinjau dari dalil yang menghapus dan dihapus (yang mana dalil naskh tidak bergandeng dengan mansukh) :
a.      Quran dihapus dengan Quran
Contoh : QS Al Baqarah 240

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).” QS Al Baqarah 240

QS AL-Anfal 65 :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ ۚ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” QS AL-Anfal 65

b.      Hadits dihapus dengan Quran
Contoh : Sholat awalnya menghadap baitul maqdis,  kemudian dihapus dengan QS Al Baqarah 144.
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” QS Al Baqarah 144
c.       Hadits dihapus dengan Hadits
Contoh : “Jika kalian berjumpa dengan fulan dan fulan orang qurays (yang Nabi sebutkan namanya) bakarlah dengan api” Kemudian sesaat setelah itu Nabi bersabda “Dan tidak boleh mengadzab dengan api kecuali Allah” hukumnya berganti, jika kalain menagkapnya maka boleh keduanya dibunuh. [HR Bukhari 2953]
d.      Hadits mutawatir dihapus dengan Hadits mutawatir
e.       Hadits ahad dihapus dengaan Hadits ahad/mutawatir
Contoh : “ Dulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang silahkan kalian untuk ziarah kubur.” [HR Muslim 977]
Contoh : Nabi membolehkan nikah kontrak kemudian mengharamkannya. [HR Bukhori 5115]
f.        Tidak boleh dalil mutawatir dihapus dengan hadits ahad.
g.      Menghapus Quran dengan Hadits
Madzab Syafii, berpendapat tidak bolehnya quran di naskh dengan hadits mutawatir, namun jumhur membolehkannya.
Qs Al-Anam 145
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
Ada pemabatasan, hal yang diharamkan hanya 4 dalam dalil, kemudian di naskh dengan dalil-dalil penjelasan hadits lain, haramnya binatang yang bertaring,

Naskh tidak sama dengan takhsis, karena takhsis boleh bersambung antara naskh (yang menghapus) dengan mansukh (yang dihapus).



Naskh ditinjau dari dalil yang menghapus, maka ada 4 macam :
a.       Mutawatir dihapus dengan mutawatir
b.      Ahad dihapus dengan ahad
c.       Ahad dihapus dengan mutawatir
d.      Mutawatir dihapus dengan dalil yang ada berdasarkan dalil-dalil ahad.
Ada 2 pendapat terkait hadits ahad yang menghapus mutawatir :
1.      Tidak boleh hadits ahad menghapus quran/ dalil mutawatir. Karena Allah berfrman QS Al Baqarah 106
ا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.”

2.      Boleh dihapus dengan dalil syariat yang sifatnya umum. “Salah satu dalilnya hadits ahad, salah satu sahabat yang sudah tau arah kiblat diganti menghadap kakbah, pergi ke ujung kota Madinah kemudian ia berteriak bahwa kiblat telah dipindah, maka berpindahlah kalian dan Nabi mendiamkannya atau membolehkannya”  [Mutafaqun alaih, Bukhari 403 dan Muslim 526]
Pendapat kedua ini lebih rojih.

Kompromi untuk 2 pendapat ini : boleh di zaman Nabi, bukan di zaman lainya. tapi ini istidlal kurang tepat karena kaidah “jika boleh dilakukan di masa Nabi, maka boleh dilakukan di masa yang lain”









PERTENTANGAN DALIL

Jika Quran dan hadits bertentangan, tidak lepas kemungkinan  dua-duanya dalil umum, atau dua-duanya dalil khusus, atau salahsatu dalil umum dan dalil lainya adalah dalil khusus. Atau masing-masing keduanya itu umum dari satu sisi dan khusus dari sisi yang lain. Maka jika keduanya sama-sama umum, jika memungkinakan dikompromi, maka jika tidak memungkinkan maka tawakkuf jika tidak diketahui sejarahnya. Jika tau sejarahnya maka dali yang duluan dihapus dengan dalil yang belakangan.

Penjelasan :
·         Untuk keluar dari pertentangan isi teks Quran dan sunnah (teks yang tersurat) jika bertentangan dengan mafhum (makna yang tersirat dari teks yang tersurat), maka didahulukan teks yang tersurat.
·         Jika ada pertentangan dari 2 makna teks yang tersurat, maka tidak lepas dari beberapa kemungkinan :
1.      Jika memungkinkan dikompromikan maka dikompromikan. Cara kompromi di haml (dimaknai salah 1 teks dalam salah 1 keadaan dan teks ke 2 dengan keadaan yang lain). Dijadikan salah 1 di sauatu waktu dan dalil yang lain, untuk waktu yang lain.
2.      Jika tidak mungkin di kompromikan maka tawakkuf. Karena tidak tau mana yang lebih dahulu turun.
ü  Jika tau sejarah turun diketahui mana yang lebih dahulu turun, maka di naskh itu yang lebih baik.
ü  Jika bisa dicari mana yang lebih rajih, maka dicari.

Contoh : “siapa yang tidak menjumpai sandal maka pakailah khuff, lalu potonglah hingga di bawah mata kaki” [HR Muslim1179] Kemudian saat sampai di Mina Nabi tidak menyinggung masalah memotong khuff.
Kompromi :
1. Pendapat jumhur :Hadits yang pertama dihapus dengan hadits yang kedua.
2. Pendapat sekelompok ulama : dihaml. ada kaidah “kita tidak menggunakan naskh kecuali jika tidak mungkin bisa di komromikan” Dan pada 2 hadits ini bisa di kompromi dari mutlak (yg tidak ada memeotong) di haml ke muqoyyad (yang ada perintah dipotong). ini yang levih rojih.

Saat ada 2 dalil bertentangan maka :
1.      Kompromi
2.      Dilihat sejarah supaya bisa berpendapat
3.      Tarjih, memilih mana yang lebih kuat

Pertanyaan : Kapan dalil itu dikatakan bertentangan?
Jawaban : ada 4 syarat dalil disebut bertentangan,
1.      Dua-duanya shohih
2.      Kontradiktiv hukumnya (misal satu wajib satunya haram)
3.      Sama waktunya. Contoh : salah satu hadits “jangan  makan di siang hari di bulan ramadhan” di hadits lain “makanlah di selain waktu siang di bulan ramadhan” maka tidak mengapa
4.      Tidak ada dalil yang menghapus. Jika salah satu dalil dihapus dalil lain, maka ini tidak bertentangan.

Jika terdapat 2 dalil khusus, keduanya bertentangan : maka kita beramal dengan 2 dalil dengan metode di atas.
Contoh :
1.      Nabi takbiratul ihram, ada yang meriwayatkan hanya saat takbiratul ihram saja, dan dalil yang lain menyatakan Nabi mengangkat tangan di beberapa waktu. Setelah ditelusuri ternyata hadits Ibnu Masud yang hanya 1x angkat tangan itu dhoif.
2.      Ada hadits yang melarang menyentuh dzakar, di dalil lain tidak mengapa menyentuh karena itu bagian tubuh kita. Maka dilihat tarikhnya, ternyata boleh menyentuh saat ada kain/penghalang. Karena hadits boleh menyentuh dzakar ditanyakan bagaimana jika keadaanya ketika sholat, otomatis menggunakan pakaian, sehingga tidak bersentuhan langsug. Jadi tidak batal sholatnya.
Jika yang 1 dalil umum yang 1 dalil khusus, maka dalil umum ditakhsis dengan dalil khusus.
Contoh :
1.      “Semua hadits pertanaian yang diairi dengan air hujan zakatnya 1/10.” Berapapun hasil panen, ditakar atau ditimbang dll.hadits lain “Tidak ada bagi hasil pertainan kurang dari 5 wasaq kewajiban zakat”. ini di takhsis, jadi zakat hanya wajib saat lebih dari 5 wasaq.
Hanafiah : menyelishi jumhur, hanafiah melihat mana yang dahulu turun, melhat sejarah dulu.

Jika yang 1 dalil umum dari satu sisi dan khusus dari sisi yang lain, maka di takhsis sisi umum dari masing-masing keduanya dengan kekhususan dalil yang lain.
Contoh :
1.      “Siapa yang ketiduran dari sholat karena ketiduran, maka  sholatlah ketika dia ingat, dan tidak ada kafarah untuk itu”
Sholatnya di waktu ketika ingat, baik waktu terlarang atau tidak terlarang. Tapi ada hadits lain “tidak ada sholat setelah subuh dan setelah ashar”. di takhsis masing-masing sisi umum menjadi sisi khusus.
Namun perkataan penulis ini bermasalah.
Maka dirojihkan dahulu, dengan melihat, manakah diantara keduanya yang dapat pengkhususan lebih banyak. Maka larangan sholat di waktu terlarang itu lebih banyak takhsis, dan sholat qodho tidak ada takhsis. Maka kesimpulannya kita dahulukan yang banyak takhsis, yaitu sholat qodho di selain waktu terlarang. ???
#tanya ustadz dulu karena di buku dan penjelasan ustadz ada yg samar.





IJMA’

Ijma adalah ittifa’ ulama di sauatu masa untuk hukum suatu peristiwa. Ulama adalah ualam fiqh dan suatu peristiwa yang dimaksud adalah peristiwa yang ada hukum syariIjma dalam Bahasa Arab                        : tekad / kesepakatan.
Secara istilah    : kesepakatan.
Ittifaq                           : menunjukan jika ada 1 saja ulama yang menyelisihi maka tidak dikataan ijma’
Ulama              : menunjukan yang jadi tolak ukur adalah ulama buka orang awam. ulama adalah ahli ijtihad di suatu masa. Setiap masa berhujjah dengan ijtihad ulamanya. Tidak khusus ijma di masa sahabat.
Peristiwa : peristiwa syari, terbatas masalah-maslaah baru yang tidak ada di zaman dahulu. Ada 2 pendapat,
ü  Jika ijma itu didahului ada khilaf sebelumnya, maka ijma semacam ini tidak bisa jadi hujjah.
ü  Jika ada khilaf, dia tetap hujjah, mengingat dalil-dalil bersifat umum. ini yang lebih rojih.


Ijma umat ini adalah hujjah namun tidak berlaku untuk umat yang lain. Mengingat sabda Nabi “Umatku tidak akan bersepakat untuk sebuha kesalahan” dan terdapat dalam syariat, maksumnya umat ini.

Penjelasan :
Ijma umat ini adalah hujjah : dalil yang bisa dipakai untuk menetapka  hukum. sebagaimana pendapat ulama fiqh. Firman Allah :
QS Al-Lukman 15
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

QS An Nisaa 115
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

 “Umatku tidak akan bersepakat untuk sebuha kesalahan” [HR Tirmidzi no 2167]
“Akan selalu sekelompok dari umatku diatas kebenaran dengan jelas dan menang” [Mutafaqun alaih HR Bukhari 3640 Muslim 1921]

Pertanyaan :
Ijma itu hujjah yang qothi atau dzonni?
Jawab :
Pemdapat banyak ulama : hujjah qothi bukan dzonni
Yang menjadi ijma itu ijm aumat ini bukan umat yang lainya, maka ijma umat terdahulu itu tidak teranggap hujjah. Dalilnya “Umatku tidak akan bersepakat untuk sebuha kesalahan” [HR Tirmidzi no 2167]. Ini dalil kehujahan ijma umat ini.
Penulis berpendapat : ijma ini hujjah dengan perantara hukum syariat bukan hukum adat.


Ijma suatu masa jadi hujjah untuk masa yang kedua dan  bisa terjadi di semua masa.

Ijma bisa jadi ujjah untuk masa setelahnya, ketika ulama di masa pertamabersepakat, maka masa-masa setelahnya wajib atasnya beramal dengan ijma, dan haram menyelishinya
Ijma juga bisa terjadi di semua masa. Tidak tepat hanya mengkhususkan ijma di zaman sahabat saja, jika ada ijma di masa manapun maka itu dijadikan hujjah dan boleh dijadikan sebagai dasar beramal. Karena dalilnya umum, tidak khusus di suatu masa saja.

*tambahan faidah : kalau di matan aqidah wasithiyah Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berpendapat : ijma yang di akui hanya ijma di masa 3 generasi. Kalau di waraqot, di masa manapun.


Bersambung insyaAllah...
Jika ada kesalahan typo mohon dimaafkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram

https://www.instagram.com/attadzkirah.blogspotcom/
| Designed by Colorlib