Curahan Hati Suami Part #1
Ini adalah isi sebuah buku yang ditujukan kepada para istri, agar menjadi istri yang berkualitas.
Istriku tersayang, aku tuliskan berbagai macam tindakan yang terlewat batas yang nampak darimu, yang ini terjadi karena kelalaian, bukan kesengajaan.
Ini contoh teguran yang baik, jika suami ingin menegur atau menasihati istri maka suami memahami bahwa kesalahan istri bukanlah hal yang disengaja, tetapi karena kelalaiannya.
Kutuliskan ini, karena hal yang membuat hatiku cemas, dan menghilangkan kenyamanan istirahatku. Pelanggaran-pelanggaran yang engkau lakukan tersebut merampas ketenangan yang selama ini ada di rumah tangga kita. Tidaklah aku tulis ini, kecuali agar engkau mengingat, dan juga dalam rangka saling tolong menolong dalam kebaikan. Dan berikut ini apa yang nampak dariku kesalahan yang nampak padamu, dalam rangka menasehatimu, akan kusebutkan :
1. Dimana hakku dalam ketaatan
«اثنـان لا تجاوز صلاهتما رؤوسهما: عبد أبق من مواليه حتى يرجع إلـيهم، وامرأة عصت زوجها حتى ترجع».
[رواه الحاكم وانظر: السلسلة الصحيحة برقم: ٢٨٨ [
"Tidak akan diterima sholat 2 orang yaitu budak yang kabur sampai ia kembali pada tuannya dan dan istri yang membangkan suami sampai ia kembali pada suaminya."
Renungkanlah wahai istriku tercinta, Allah menggandengkan ketaatan istri pada suami dan diterimanya ibadah sholat. Ini bukti betapa besarnya dosa istri ketika melanggar perintah suami dalam hal yang ma'ruf.
Suami itu ingin dihargai sebagaimana wanita ingin diperhatikan. Wanita diperhatikan dengan suami menjadi pendengaR yang baik dan peduli dengan kerepotan istri. Wanita diperhatikan dengan suami tahu kapan istri gembira dan sedih. Begitupula, suami juga butuh untuk dihargai, dengan dituruti permintaanya, dihargai pendapatnya. Termasuk hal yang menjengkelkan yang dirasa oleh suami yakni ketika pendapatnya dibantah dan permintaanya betul-betul diremehkan oleh istri. Kata orang, suami itu bayi besar, yang permintaanya harus diutamakan, jika tidak dia akan rewel.
Tenanglah istriku tersayang, aku mengingatkan perihal ketaatan ini, bukan karena ingin ujub dengan pendapatku, bukan pula aku ingin menjadi orang yang memaksakan pendapat, bukan pula ingin jadi orang yang otoriter, sekali-kali tidak. Karena aku sadar betul, karena aku paham, kamu punya hak yang harus ku laksanakan dan sebaliknya akupun jug apunya hak yang engkau harus tunaikan. Selagi hakku untuk kau taati tidak bertentangan dengan syariat maka itu adalah hakku.
Istriku tersayang, tidaklah Allah memerintahkan ita kecuali ada kemasalahatan
Dan Allah adalah dzat yang mewajibkan istri untuk taat pada suami, menjadi pemimpin dan imam untuk istrinya, Allah berfirman,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ
Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada bibinya,
أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad, 4:341 dan selainnya. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1933)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad, 1:191 dan Ibnu Hibban, 9:471. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1932 bahwa hadits ini hasan lighairihi).
Perkara sholat disebutkan karena, bagi wanita apalgi sudah menjadi seorang ibu, ada 2 sholat yang cukup berat dikerjakan yakni subuh dan isya, Biasanya isya waktu ngeloni anak sampai ketiduran, subuh juga, bisa jadi anaknya bangun di tengah malam, tidur nyenyak bayi malah menjelang tidur. Maka 2 sholat ini termasuk berat bagi wanita khususnya para ibu.
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu menyebutkan, wanita yang sholih itu yang taat, yakni taat pada suami secara mutlak dalam masalah :
1. Khidmat. termasuk khidmat yakni sumai minta dibuatkan teh, kopi, dll segera dilakukan.
2. Safar, termasuk taat jika diajak pindah rumah,
3. Mempersilahkan suami untuk menyetubuhinya
Ketika sudah berstatus sebagai istri maka, ketaatan yang dulu pada orang tua itu pindah kepada suami.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Next di part#2 insyaAllah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar